Dalam rangka operasi penguasaan wilayah Aji Sai (Haji Batang hari 9) 1425 Sang Hiang Rakian Sakti pribadi bergerak sendiri tanpa pasukan kerajaan dibawah pimpinan Bala 12. Hulubalang menyebar keseluruh wilayah Aji Sai. Beroperasi sendiri tersebut beliau mengandalkan pada kesaktian dan lain2, antaranya berdiplomasi/tipu muslihat dan sebagainya langsung menghadapi berbagai kepala Negeri, diantaranya terhadap suku Semendo (kisam), Ranau, Abung, dan Tulung Aman(daya). Terhadap Suku Kisam dan Ranau karna membandel tidak bisa diberikan pengertian sampai2 kepala negeri yg bersangkutan dipencet kepalanya sehingga gepeng dan yg lainnya ditempeleng dan dilempar ke Danau Ranau akibatnya kepala (papak/dempah) di belakang. Mengingat beliau adalah seorang Aulia (sakti) yakni titisan dari Nabi Khaidir As (Aji Saka), maka perbuatan beliau itu berbekas, sehingga sekarang malahan semua keturunan beliau khususnya dan rakyat buay haji umumnya mempunyai tanda di tangan seperti halnya Nabi Khaidir As, yakni berupa jari telunjuk miring kekanan dan bengkok (menjurus kekanan juga) sebaliknya tangan kiri. Bukankah Nabi Khaidir As dapat di kenal antara lain jari jempol tangan kanannya, bahwa bila bersalaman seakan-akan menekan kapas saja seperti tidak bertulang. Tanda lainnya terlihat oleh orang gaib (dukun/kebathinan) di badan orang bersangkutan. Bukti lainnya terutama keturunan dari Raja Pangeran Jaya Negara bahwa bila yg bersangkutan setidak-tidaknya dapat menggerakan meriam Pangeran Jaya Negara di Pugung Penengahan (Krui) dan bila menduduki kursi singga sana Kerajaan Aji Sai bernama Teras Jelatang di Pagar Uyung tidak terasa apa2, sebaliknya bila org lain yg bukan keturunan yg menduduki kursi tersebut seakan-akan mereka merasa disengat oleh bulu/duri jelatang. Kursi singgasana kerajaan tersebut hingga masa Jepang tempo hari masih ada dirumah Gadang Batu Sangkar Minang Kabau. Sebab apa kursi singgasana itu berada disana, hal ini disebabkan pada masa Bundo Kandung beliau ini mengaku Raja Adat dan akan membentuk adat di Minang Kabau, maka terdengarlah oleh Raja Aji Sai yakni Pangeran Pulun Prabu Muda (1571). Beliau datang ke Pagaruyung menuntut hak sebagai Raja Adat (hukum) malahan menuntut daerahnya. Beliau menuntut itu mengingat bahwa wilayah itu dahulunya adalah daerah Majapahit sedangkan Raja yg berhak atas mahkota Majapahit setelah Prabu Wikrama Wardana adalah Sang Hiang Rakian Sakti. Sesuai dengan watak Raja-raja pada waktu itu tidak mau mengakui hak demikian, begitu juga Bundo Kandung, malahan beliau meminta waktu pada Prabu Muda jika benar2 beliau Raja Haji, supaya membawa kursi singgasana kerajaan. Untuk menaklukan perasaan/sikap Bundo Kandung maka dgn kesaktian Prabu Muda lenyap seketika dan beberapa saat kemudian muncul membawa kursi singgasana tersebut. Sungguh pun Prabu Muda dapat membuktikan hal itu namun Bundo Kandung tidak bersedia takluk pada Prabu Muda. Prabu Muda sebagai Raja yang bijaksana apalagi dalam menghadapi seorang wanita, ketidak ada pengakuan Bundo Kandung itu beliau terima, malahan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Selanjutnya Bundo Kandung antara lain dgn nasehat /petunjuk dari Prabu Muda tersebut terbentuk adat minang kabau yg berlandaskan falsapah Jaya Sempurna (pri kasih sayang) yg mana oleh orang minang adat itu di mottokan "Tak Lekang dipanas tak Lapuk di hujan". Apakah hukum adat orang minang secara keseluruhannya, sesuai atau tidak dengan landasan hukum dimaksud diatas, itu adalah variasi khas minang(penjabaran). Sejak tahun 1484 Haji sakti bertakluk pada ke diri /Demak yg mana Raja Aji Sai duduk sebagai wakil raja (Patih/Sinopati). Sejak itu daerahnya di namai Jaya Abadi diambil dari nama Falsafah Jaya Sempurna (Hukum Leluhur). Wilayah meliputi Haji Batang Hari Sembilan (sumatra bagian selatan) kecuali daerah pesisir Jambi dan Palembang (Musi dan banyu Asin) yg masih dikuasai Malaka/Cina. Setelah terjadi kekacauan di Demak, maka putuslah hubungan Jaya Abadi dengan Demak sehingga kira2 tahun 1535 jaya abadi (Aji Sai) merdeka kembali di bawah Pangeran Pulun (Prabu Tua).
Jumat, 10 Juni 2011
Selasa, 07 Juni 2011
Pendiskriditan dan ekspedisi
Diperintahkannya Sang Hiang Rakian Sakti berekspedisi ke Aceh oleh Prabu Wikrama Wardhana pada hakekatnya untuk mendeskreditkan beliau. Sebelumnya terlebih dahulu Patih Anom (Sulah /naga berisang) dan putri Sidarah Putih diperintahkan oleh Prabu Wikrama wardana menjalankan ekspedisi itu karena Sang Hiang Rakian Sakti waktu itu tidak bersedia. Tujuan mendeskreditkan Sang Hiang Rakian Sakti karna beliau seorang mubaliq Islam dan dilahirkan secara gaib yg diramalkan bahwa beliau bakal merongrong Prabu Wikrama Wardana/agama Hindu. Dgn di berikan tahta pada Suhia, maka terjadilah perang Paregreg yg di lakukan oleh Wira Bumi, bapak dari ibunda Sang Hiang Rakian Sakti, istri dari Hiang Wekas Ing Suha (Hiang Jagad Prabu). Tak heran jika wira bumi menyerang Kraton Majapahit, apabila tahta majapahit diambil alih Wikrama wardana dari istrinya Ratu Kusuma Wardani. Kemudian hari Ratu Suhita sangat menyesalkan peristiwa itu sehingga demi untuk kerakatan kembali keluarga Prabu Majapahit, maka ratu suhita membunuh Patih Raden Gajah dengan alasan telah membunuh Wira Bumi. Kepergian Sang Hiang Rakian Sakti dari Majapahit ke Aji Sai di kenal rakyat singut (ngambek) karena tahta diambil Ratu Suhita. Sebenarnya situasi itu merupakan kesempatan Sang Hiang Rakian Sakti untuk kembali mendirikan kerajaan Saka dgn nama Aji Sai dalam rangka penurunan kembali Hukum Inti Ketuhanan (Falsafah Jaya Sempurna). Ekspedisi Naga Berisang dan putri Si Darah Putih tahun 1422 ditengah lautan dihantam ombak sehingga armadanya terdampar dipantai selatan Lampung sekarang, diantaranya beliau mengusai daerah Haji (seragi) di lampung selatan. Terberitalah di majapahit bahwa ekspedisi Naga Berisang dan putri Si Darah Putih tidak berhasil maka diperintahkan untuk kedua kalinya Sang Hiang Rakian Sakti untuk berekspedisi keaceh tahun 1425 sesampainya disana atas kebijakan beliau tidaklah terjadi suatu pertempuran, malahan Raja Aceh menganugrahkan Sang Hiang Rakian Sakti seorang Hulu Balang yg tangguh bernama Ratu Aceh. Sepanjang perjalanan pergi menuju Sungai Saka (komering sekarang) beliau mendapatkan Hulu Balang dari daerah yg di lalui di pantai Sumatra, beberapa Hulu balang lagi selain hulu balang yg dibawa dari majapahit. Beliau bersama pengikut-pengikutnya masuk kewilayah Sumatra bagian selatan menyebar yg dipimpin oleh Hulu Balang masing2 menelusuri sungai2 dalam rangka menduduki daerah2 yg bersangkutan, sehingga sekarang daerah sumatra bagian selatan di sebut Haji Batang Hari Sembilan antara lain Haji ogan, Haji lematang, Haji musi dan lain-lain. HULUBALANG SANG HIANG RAKIAN SAKTI 1. Iskandar Alamsyah Siguntang 2. Bagus Kuning /Raden Kuning Palembang 3. Sapu Rantau di Saka Tiga 4. Si Tunggang Abang di Mara Bahala Martapura 5. Raden Keling di Putaran Tasik Danau Ranau 6. Komering Raja Ngaruntak di Muara Selabung (muaradua sekarang) 7. Ratu Aceh di Daerah Buay Haji (pusat haji sakti) 8. Macan Begerom di Matahari (Muara sungsang) 9. Macan Putih di Bulan (kenali/persagi) 10. Macan Ulung di Hulu sungai (pugung) 11. Jugul Matari di bumi lengang(pemetung sengang) 12. Raden Selinggang di Jaga Mendung (puncak seminung) Selain Hulubalang2 tersebut di dalam pemerintahan beliau di bantu oleh seorang Patih berjuluk PATIH SEWATANG dan PANGLIMA KERAJAAN AJI SAI RATU ACEH. Pada suatu ketika Naga Berisang di Haji Seragi Lampung mendengar berita bahwa ada seorang Raja Haji (Haji sakti/Prabu surya negara) di sebelah sungai Saka (komering sekarang). Mendengar itu Naga Berisang beserta rombongan pergi menuju Haji Sakti yg mana rombongan beliau menetap untuk sementara di daerah Krui (pugung), sedang beliau sendiri pergi ke Haji Sakti yg kebetulan bertemu dengan Sang Hiang Rakian Sakti di Pugung Penengahan beliau di kenal di Danau Ranau dengan Naga Putih. Kedua beliau berdialog mengaku bahwa dirinya Sulah (naga berisang) dan dialah yg dulu menduduki daerah Haji (seragi) dan menghendaki Sang Hiang Rakian Sakti takluk kepadanya. Sang Hiang Rakian Sakti mengaku bahwa dialah yg dahulu turun di Haji (saka) dari alam gaib, yg hakekatnya mendirikan hukum dan menjadi Raja di Haji Sakti, beliau mengaku seorang Guru (penurun Hukum) dan minta supaya Naga Berisang takluk padanya. Dalam hal ini Sang Hiang Rakian Sakti membuktikan dirinya bahwa dialah yg lebih dahulu turun membawa hukum, dengan mempersilakan menyelami dasar Danau Ranau untuk membuktikannya. Sesampainya Naga Berisang di dasar danau ranau di suatu tempat /pondok beliau dengan heran menemui seseorang yg mirip sekali dengan Sang Hiang Rakian Sakti yg ada di tepi Danau Ranau, dengan demikian mengakulah Naga Berisang bahwa sebenarnya yg dahulu menurunkan hukum adalah Sang Hiang Rakian Sakti pada hakekatnya yg beliau lihat di dasar Danau Ranau adalah Aji Saka dahulu yg menjelma /menitis kembali sebagai Sang Hiang Rakian Sakti. Kemudian harinya di tempat persumpahan (pertanda) Sang Hiang Rakian Sakti akan menjelma/menitis kembali akan menurunkan HUKUM leluhur adalah di saka aji (tanjung jati) dengan kejadian, sewaktu beliau telah merasa akan kembali kealam gaib/Danau Ranau, beliau menghilang hanya berpesan kepada anak-anaknya bila dirinya tidak kembali carilah di dasar Danau Ranau. Sesampainya rombongan yg diantaranya Sulah/Naga berisang mereka melihat didasar Danau Ranau ada cahaya yg menyorot kearah permukaan Danau Ranau laksana Matahari yp sinarnya khusus tertuju pada rombongan. Satu persatu anggota rombongan menyelami dasar danau, tetapi tidak sampai, akhirnya Naga Berisang sendiri yg menyelami dan didapatilah suatu benda yg sengaja diletakan disitu oleh kesaktian Sang Hiang Rakian Sakti. Benda tersebut adalah Kayu Cendana yg kemudian ditanam sebagai ciri/tanda (makam) dari Sang Hiang Rakian Sakti di Saka Aji. Cendana Sakti itu tak obahnya pertanda/persumpahan beliau dahulu sebagai Aji Saka/Si Pahit Lidah, bahwa akan menjelma menitis kembali seperti dari persumpahan di bawah pohon majapahit menjelang sebelum beliau kembali kealam gaib (didasar Danau Ranau) yg ternyata penjelmaan beliau itu tepat di suatu kerajaan Majapahit. Dengan sengaja malahan secara khusus beliau meninggalkan kayu cendana (sakti) itu didasar Danau Ranau mempunyai makna, supaya keturunan beliau senantiasa ingat kepadaNya antara lain bahwa beliau Raja Penurun H.I.K akan turun kembali atau dipusakakan lagi. Jadi tidaklah heran bila keturunan beliau di desa Tanjung Raya/Sukarami (Saka Aji) kena kutuk karena pernah mengobrak abrik makamnya serta mengambil cendana itu untuk di kuasai /dimiliki. Secara langsung masyarakat Sukarami ini diserang wabah kurap dan disponsornya di Desa Tanjung Raya mengalami penyakit yg hampir tidak terobati bertahun. Akhirnya karena kewalahan dalam pengobatan kayu cendana sakti itu di kembalikan pada tempatnya. Makam (bukan ciri) dari Sang Hiang Rakian Sakti/Prabu Pangeran Surya Negara ada di Wanacala Cerebon Jawa Barat. Di cerebon sahabat beliau Rama Buyut di Lema
Diposting oleh
inzankelana
di
08.22
0
komentar
Minggu, 05 Juni 2011
Naga Sakti Muncul
Setelah penduduk Nusantara hidup dalam keadaan kacau, sampai kepuncaknya maka muncullah secara gaib Naga Sakti di sekitar sumur pusaka melalui saung - saungnya yg kemudian berubah menjadi seorang Aji (Prabu) dari SAKA pada tahun 38 masehi. Saung-saung tersebut menembus ke sumur putri yg ada di Lampung dan di gunung Karang (Jawa tengah). Malahan sumur pusaka tersebut ada tembusnya ke napal-napal, antara lain napal pahat dan ada reliereliea berbentuk Candi Budha, ada pula dikanannya susunan batu seakan - akan bangunan candi belum selesai. Aji Saka (Naga Sakti) muncul dari tempat bersemayamnyadi pusaran laut /putaran Tasik untuk menurunkan hukum kebenaran yg pada hakekatnya himbauan (pemanggilan) masyarakat yg haus akan hukum itu. Tempat tersebut sekarang di sebut Saka Tenggelom (Sekalom). Dgn sifat2 tersebut di atas "Berbudi Bawa dan seterusnya " wajarlah jika Aji Saka dalam pemerintahanya (Kerajaan Saka) menggunakan istilah terhadap rakyat "Nderek Karsa Dalem dan Wisasa Ing Sanagari " atau "Gung Binathara Bau Dendha Nyakrawati" pemelihara hukum dan penguasa dunia, malahan sebenarnya beliau adalah Raja Alam Gaib/Dunia (ilmu kebathinan /kepercayaan). Sebagai raja alam gaib salah satu sebab Nabi Khaidir As (Naga Sakti) turun muncul dalam tahun 38 masehi sebagai Aji Saka (Si Pahit Lidah) untuk memberantas kaum dinamisme (Agama Hindu), apalagi yang mengobrak-abrik masyarakat Saka Tua (penduduk di sekitar bukit barisan) adalah Raja-Raja zalim/Hindu. Keagungan Aji Saka tersebar keluar wilayah Nusantara yg dilambangkan Garuda Sakti pembawa (penurun hukum) Jaya Sempurna yg berinti akan keTuhanan yakni Pri Kasih sayang dan lain2, keagungan Beliau itu di mottokan "memperingatkan, pemeliharaan dan pembangunan". Hukum yg beliau bawa di lambangkan dalam warna Merah (Matahari) dan Putih Bulan di turunkan beruntun sepanjang zaman untuk di tetapkan /senantiasa di ingat sebagai cara hidup manusia bermasyarakat, oleh karena demikian Hukum tersebut pada hakekatnya merupakan rantai tak putus-putusnya berlambangkan Matahari dan Bulan. Hakekat matahari dan bulan ialah cahaya yg berhubungan satu sama lain. Cahaya tersebut pada hakekatnya Nur Ilahi yg mengandung Nur/Hukum Pri Kasih Sayang yg menyorot sepanjang zaman memberi kehidupan Zhohir dan bathin pada alam nyata dan alam gaib. Hukum tersebut turun dari Tuhan Yang Maha Esa kebumi tempat manusia hidup bermasyarakat yg hakekatnya hidup bersepakat /bermusyawarah yg adil di lambangkan sebagai BUMI, berarti setiap manusia itu mempunyai hak yg sama tidak ada yg lemah /kuat dan sebagainya, seperti bumi tidak ada yg atas dan bawah, kiri dan kanan, tepi dan tengah kecuali di kulit bumi dan di dalam bumi (alias mati). Adapun lambang ini adalah lambang yang di kiaskan oleh Naga Sakti /Nabi Khaidir As semasa Beliau turun kembali sebagai Sang Hiang Rakian Sakti /Pangeran Surya Negara. Jiwa dari hukum tersebut adalah segala tindakan harus bersifat adil dan tidak bersifat mengekang, menekan, memeras/intimidasi dan mendiskreditkan langsung maupun tidak langsung. Pada pemerintahan Aji Saka masyarakat Sekalom khususnya di sekitar Bukit Barisan umumnya menganut Falsafah Jaya Sempurna seutuhnya dan kepercayaan mereka adalah Animisme Gaya Baru, dimana falsafah itu telah banyak memasuki sebelumnya. Pada saat beliau akan kembali lagi ke alam gaib (pusaran laut /putaran tasik), secara kebetulan kekuasaan Hindu timbul (pemberontakan)di daerah Minang sekarang tahun 78 masehi. Dgn gigih Beliau memberantasnyahanya saja memberantasnya tidak secara zalim pula, mengingat beliau adalah mengemban tugas Tuhan Yang Maha Esa. Raja pemberontak/pengacau adalah Prabu Niska (Si Mata Empat) yg sangad menonjolkan kesombongannya/kesaktiannya sehingga yg bersangkutan di juluki masyarakat Si Mata Empat seakan-akan dapat melihat ke empat penjuru dunia yg ingin di sapunya. Menghadapi siasat yg bijaksana dari Nabi Khaidir As (Aji Saka/Si Pahit Lidah) maka atas ulah sendiri Prabu Niska dgn suku Hindunya berangsur-angsur lari (melayu) ke Nusa Kendeng. Kemudian pada suatu ketika di pancing oleh Aji Saka (Si Pahit Lidah) supaya kembali ke pusat Kerajaan Saka untuk mati bersama secara sportif dgn menggunakan sifat sombong /kebodohan Prabu Niska (Si Mata Empat) sendiri. Aji Saka (Si Pahit Lidah) pura2 mencari Prabu Niska (Si Mata Empat) di Nusa Kendeng. Disana beliau melakukan sumpah di suatu pohon Maja yg juga sebagai penetapan pertanda bahwa Aji Saka (Si Pahit Lidah) akan kembali turun, menurunkan hukum di sekitar pohon itu pada zaman datangnya beliau. Setelah Prabu Niska mendengar dari rakyat bahwa buah pohon maja telah menjadi pahit oleh Aji Saka maka yg bersangkutan nyusul (kembali) ke pusat Kerajaan Saka untuk menantang dan mengetahui bagaimana pahitnya lidah Aji Saka. Sejak Persumpahan/pertanda itu beliau di juluki masyarakat Kendeng sebagai Si Pahit Lidah. Aji saka (Si Pahit Lidah) ditemui Prabu Niska (Si Mata Empat) di tepi danau Ranau, si mata empat menantang si pahit lidah sehingga terjadilah pertarungan, tak mengalahkan satu sama lainnya. Si Mata Empat mengajak adu kesaktian di bawah pohon enau(aren). Tantangan itu di terima Si Pahit Lidah, di mana Si Mata Empat menelungkup terlebih dahulu di bawah pohon enau, setiap tandan (buah) pohon enau yang di potong oleh Sipahit Lidah selalu dapat di elakan oleh Si Mata Empat. Sampai pada giliran Si Pahit Lidah menelungkup, maka sekali potong tandan buah enau langsung menimpa tubuhnya, sengaja tidak di elakan oleh Beliau. Dalam penglihatan Si Mata Empat beliau telah mati, maka turunlah Si Mata Empat dan karena Ketakaburannya/kebodohan ia ingin mencoba Lidah Si Pahit Lidah apakah benar rasanya pahit sebagaimana didengarnya dari rakyat, dgn seketika setelah di colet dan dicobanya mendadak Si Mata Empat mati juga di tempat tersebut. Jadi kematian Prabu Niska (Si Mata Empat) adalah melalu peristiwa pertarungan dgn Aji Saka di pohon enau itu atas kebodohannya sendiri, sebelumnya jika Aji Saka mau dgn sekali sumpah saja Prabu Niska mati karenanya. Dgn jalan ini sempurnalah siasat Aji Saka (Si Pahit Lidah) kembali kealam gaib (Pusaran Laut/Putaran Tasik Danau Ranau). Kemudian hari sesuai dgn pengaruh kebudayaan Hindu kedua beliau tersebut diabadikan rakyat merupakan patung demikian pula seakan-akan perbuatan Si Pahit Lidah (Sumpah) di abadikan juga sebagai patung antara lain: Raja menjadi batu, lesung menjadi batu, puteri menjadi batu, ayam menjadi batu, tapak petani dan kerbau menjadi batu dan menurut riwayat adiknya sendiri menjadi batu selagi menjemur padi dan kebayan (Penganten Baru) menjadi batu. Setelah Aji Saka (Si Pahit Lidah) kembali kealam gaib kebudayaan kerajaan saka /falsafah jaya sempurna telah membaur pada kebudayaan-kebudayaan. Zaman datangnya beliau yg telah merupakan kepribadian Nusantara/Indonesia yakni:"sesuatu yg baik" jika digali seutuhnya (kristalisasi) akan menjurus ke aslinya H.I.K (Falsafah Jaya Sempurna) yg garis besar (penanggulangannya masih di kenal sampe sekarang yakni "Ramah Tamah", yang jelas ini adalah hukum /rasa yg tidak berjiwa iblis ria, egois, munafik, intimidasi dan mendiskreditkan) Suku melayu di bagian sumatra Semenanjung dan di Semanjung mendapat kemajuan - kemajuan terutama dalam bidang pelayaran sehingga daerah inilah yg dikenal orang luar sebagai Suku Melayu atas pemberian nama oleh orang2 Jawa dahulu (berdirinya kerajaan melayu 1). Sebenarnya baik suku melayu kuno dan dan semenanjung mendapat kemajuan Saka bukan di namai Suku Melayu, kemungkinan besar di sebut suku perantau (sering mengembara) tetapi disebut suku saka mengingat wilayah itulah tempat turunnya Aji Saka dalam rangka penurunan hukum. Jadi dalam hal ini sebenarnya yg pantas dan layak di sebut suku melayu adalah Suku Hindi (Jawa) yg lari (melayu) ke pulau Nusa Kendeng tahun 78 masehi karena tidak suka menerima penerapan Hukum Inti Ketuhanan (falsapah Jaya Sempurna) dan mereka masih menganut agama Hindu(Kastaisme). Hukum inilah yg dimaksud Jaya turun tertua di pulau nusa kendeng, malahan suku jawa sekarang dan dipaku oleh Dewa mereka dgn Paku Alam. Suku Hindi yg tak seberapa banyak lagi masih tinggal dan membaur dgn rakyat minang dan mengaku nenek moyang mereka datang berlayar dari puncak gunung Himalaya ke daerah merapi (minang) terus menyebar. Kemudian hari setelah Aji Saka (Si Pahit Lidah ) kembali ke alam gaib, maka untuk beberapa puluh tahun lamanya masyarakat di daerah Saka (sekalom) khususnya, daerah Saka Tua (sekitar bukit barisan) tidak di perintah oleh Raja kuat(besar). Pada tahun 80 masehi timbulah peristiwa Saka tenggelam. Dalam pemerintahan Aji Saka kemajuan dalam pertanian sangat pesat sekali sehingga rakyat menjuluki beliau dgn nama Sang Hiang Rangkiang Sakti, maksudnya Rangkiang itu adalah lumbung padi sebagai lambang kesejahteraan /kemakmuran rakyat waktu itu. Sang Hiang Rangkiang Sakti dalam menjalankan misinya menurunkan hukum dari Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mengetes (menguji) pernah menyamar sebagai seorang tua yg masuk ke suatu desa di semendo yang berpenyakitan , di kerubuti oleh lalat. Orang desa tersebut menjauhkan diri sambil mencaci maki, dengan tenang beliau meminta tiga buah lidi dan setelah diberikan di tancapkan lidi tersebut ke tanah kemudian orang desa di persilakan untuk mencabutnya, satu persatu orang desa mencoba bahkan berpuluh-puluh orang mencabutnya tetapi tak bisa tercabut. Dengan tenang Beliau mencabut lidi tersebut dengan mudahnya. Tiba-tiba keluarlah air dari lobang sehingga desa beserta orangnya tenggelam. Sejak itu tempat tersebut di namai orang Danau Rakian Sakti, inilah akibat dari tidak adanya Rasa Kasih Sayang kepada orang-orang yg mereka anggap hina/lemah.
Diposting oleh
inzankelana
di
07.55
0
komentar
Sabtu, 04 Juni 2011
Dua Fungsi H.I.K
1~ Sesuai dgn namanya adalah sebagai hukum untuk pengaturan manusia / masyarakat (falsafah Negara Hidup)
2 ~ Di pandang dari kejiwaan (kebutuhan jiwa khusus, maka hukum itu
merupakan ilmu kebathinan/kepercayaan terpisah dari soal agama. Kalau
dalam Islam Nabi Muhammad S.A.W) hal itu dapat disamakan dgn TARIKAT
SUFIAH NAKSABANDIAH, jadi dalam hal ini Naga Sakti /Nabi Khaidir As
bukan untuk di SEMBAH, tetap harus di hormati/di syukuri sebagai juru
selamat berabad-abad di Nusantara Khususnya dgn penurunan H.I.K atau
merupakan perentara (Rabithah) menuju(mendekati)Tuhan Yang Maha Esa bagi
manusia awam atau jauh (berdosa) dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penanaman
rasa kasih sayang pada hakekatnya untuk menyelamatkan manusia dari
perlakuan tidak adil, mengekang, menekan, memeras/intimidasi dan
mendiskreditkan dalam arti kata menghilangkan hukum rimba (zalim).
Jadi
masyarakat sengang dan sekitarnya telah diperadab atau di beri
peradaban atau di beri hukum Rasa Kasih Sayang. Naga Sakti (Nabi Khaidir
As) sebagai Raja Alam gaib/dunia senantiasa keluar masuk dan sebagainya
melalui saung-saung antara lain di sekitar sumur pusaka (sumur Putri
sekarang) milik Raja Pusaka (sakti) dan kemudian sekitar harinya tempat
mandi Putri Si Darah Putih. Hakekatnya hukum rasa kasih sayang di
pusakai dari Nabi Adam As (Tuhan Yang Maha Esa) dan di pusakakan oleh
Naga Sakti (Nabi Khaidir As) kepada masyarakat sengang.
Setelah
secara kecil-kecilan masuknya bangsa Yunan dan membawa sistem pertanian
yg agak baik maka melimpah ruahlah hasil pertanian yg kemudian harinya
zaman Aji Saka yg tentunya rakyat menganggap hal itu pemberian Sang
Hiang Sakti. Sejak itu khususnya di pusat wilayah sengang (Sekalom
sekitarnya sekarang) menyebut Sang Hiang Rakian Sakti.
Rangkiang berarti tempat simpanan padi dan merupakan lambang makmur dan sejahtera.
Kemudian
hari setelah Naga Sakti (Nabi Khaidir As) menitis kedua kalinya beliau
di namai Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Surya Negara.
Nama Sang
Hiang Rakian Sakti khususnya dipakai upacara adat, memantau beliau
memohon perlindungan dan sebagainya, terutama di daerah Buay
Haji(sekalom).
Perkataan dewa berasal dari agama hindu, yang dimaksud
dewa di daerah sengang /sekalom /buay haji adalah mahluk Jin. Sang
Hiang Rakian Sakti memelihara (pembantu kebathinan) 16 jin yg di kenal
dgn istilah "Dewd 16 Rakian Sakti" di samping ini dikenal juga dgn
istilah "Bala 12 Rakian Sakti". Bala adalah para Hulu Balang penguasa
daerah yg tersebar di seluruh daera kerajaan Aji Sai (Haji Batang Hari
Sembilan).
Di pandang dari sudut kepercayaan yg erat hubungannya dgn
Sang Hiang/Naga Sakti (Nabi Khaidir As) sebagai Raja alam gaib /dunia,
maka dewa 16 dan Bala 12 dpt dipanggil /dipantau yg sifatnya memohon
perlindungan.
Cara memanggil /memantau yg bersangkutan menyebut dgn istilah termaksud
di atas dan ditujukan pada salah satu di atas dan ditujukan pada salah
satu dari mereka (Dewa Simula Situnggang Menang dan Komering Raja
Ngaruntak ) sebagai kepala (Juru Kunci) dari masing-masing kelompok itu.
Kemudian diminta salah satu diantara mereka sebagai pelindung itu. Di
samping pemantauan itu harus ada sesaji sebagai tunggangan (jembatan)
yakni 16 cangkir beras kuning untuk Dewa 16 dan 12 cangkir beras ketan
(berantihan) untuk Bala 12. Cara pemantauan harus dgn (sastra)mengandung
unsur kehormatan di sertai mengadakan perapian (kemenyan).
Kalau diteliti dari nama2 dewa 16 itu, maka hakekatnya yg bersangkutan
adalah malaikat penguasa pembina ahlak /watak di pandang dri sudut ilmu
kebathinan (hukum Tuhan) yg masing2 membina salah satu jenis ahlak
/watak itu. Kalau dlm Islam hampir sama amalan Tarikat Syufiah
Naksabandiyah dar 17 sifat kejahatan (mazmumam) dan 17 sifat kebaikan
(Mahmudah)
Tarikat inilah yg di berikan Nabi Muhammad S.A.W kepada
Saidina Abubakar Sidiq dlm rangka mencari Tuhan ( mendekatkan diri) atau
tepat nya menuju pengangkatan H.I.K utk manusia hidup bermasyarakat
atau membina diri menjadi mahluk yg mulia dan sempurna.
Diposting oleh
inzankelana
di
07.49
0
komentar
Jumat, 03 Juni 2011
Penganut Kepercayaan
Diposting oleh
inzankelana
di
16.07
0
komentar
Kamis, 02 Juni 2011
Asal Usul Naga Sakti
Diposting oleh
inzankelana
di
10.09
0
komentar
Rabu, 01 Juni 2011
Zaman Kuna
Tulisan d maksud d atas d palembang sekarang d kenal TULISAN HULUAN yg sebenarnya d maksud pedalaman atau pusat daerah Sengang dahulu yg kemudian d harinya PUSAT DAERAH KERAJAN SAKA AJI d saka(skrng SEKALOM)
Khusus d lampung sekarang dkenal dgn tulisan LAMPUNG, Karena lampunglah yg menonjolkan tulisan d zaman modern ini. Bukan kah daerah lampung dahulu merupakan kesatuan dgn daerah pusat sengang kemudian d namai dgn daerah Pusat Kerajan Saka, kemudian lg kesatuan dgn daerah Pusat Kerajan Aji say
Berturut2 kedudukan Raja2 itu adalah ddaerah itu juga yakni PUTARAN TASIK PEMETUNG SENGANG. Saka(sumur putri /sekalom sekarang) dan di SAKA AJI (Tanjung Jati)
Semua Raja2 itu adalah seorang juga titisan /penjelmaan dari Naga Sakti /Nabi Khaidir As dlm rangka mengemban tugas dari TUHAN Yang Maha Esa, penurunan H.I.K (Falsapah Jaya Sempurna) sepanjang Zaman Bangsa ini telah membaurkan diri dgn penduduk asli Nusantara. Jadi masuknya bangsa Yunan telah terjadi dlm beberapa tahap yg jaraknya berabad2
Di daerah pusat sengang /putaran tasik dan sekitarnya ada suatu kebudayan yg d sebut kepercayan animisme gaya baru dalam arti kata sudah menganut hukum rasa kasih sayang. Penduduk asli d daerah pusat sengang dan sekitarnya adalah suku Kaur, suku Kisam, Suku Abung. Suku2 ini sebagian besar berada d sekitar DANAU RANAU sampai menyelusuri WAY SELABUNG sekarang, yg dahulu mungkin bernama SENGANG. Way ini keluar dari danau ranau terlebih dahulu PEMETUNG SENGANG masuk dalam tanah dan timbul kembali agak jauh dari sana. Diantara suku tersebut yg terbanyak adalah suku ABUNG terutama d sepanjang way sengang (selabung). Salah satu tempat suku abung ada d sekitar KOTA BATU RANAU yakni d KUBU TANAH(goa abung). Nama abung adalah nama baru sejak tahun 80 Masehi setelah adanya SAKA TEGGELOM (sekalom sekarang).
Nama sengang yg d abadikan sebagai nama Pemetung Sengang karena situasi wilayah sengang terutama d sekitar Danau Ranau /Way sengang (selabung) pada masa itu.
SENGANG berarti sbb:
Se=Sang, ngang(CENGANG)= heran(pada suatu keajaiban), atau sengang + Sunyi Senyap (mengandung Kesejukan Dan Kesucian)
Jadi wilayah tersebut Zhohir atau batinya dalam kuasa /pengaruh NAGA SAKTI (Nabi Khaidir As) sebagai juru selamat /raja alam gaib/Dunia. Kemudian akhirnya bangsa Hindu masuk ke nusantara hanya kelompok2 kecil dan menyebar keseluruh pelosok Nusantara, karna sedikitnya kelompok itu mereka cepat membaur dgn penduduk Nusantara(Blasteran Yunan)
Setelah masuknya agama Hindu secara besar2an (menjajah) maka terjadilah huru hara d seluruh nusantara terutama d daerah SAKA TUA karna paksan Agamanya yg bersistim.
Kasta2 silih berganti RAJA2 hindu itu menguasai beberapa daerah malahan d antara mereka sendiri terjadi peperangan, terutama dgn Raja2 Hindu keturunan (blesteran)
Mereka yg terakhir ini tetap bersifat /berwatak HINDUISME lebih ketat (fanatik) dari Raja2 Hindu asli, akhirnya raja2 hindu satu demi satu runtuh , akibatnya bertambah rusaklah moral /mental rakyat yg bersangkutan.
Bangsa Hindu Raja telah mendesak kepercayan animisme gaya baru dan filsapah BUDHA karena mereka tidak ada kekuatan, karena mereka semata2 berpegang pda jiwa H.I.K (antara lain rasa kasih sayang ) . Lain halnya dgn agama Hindu (Kastaisme) malahan mereka menganggap roh2 dpt inkarnasi pada benda2 (Dinamisme).
Satu2nya manusia (Roh) yg dpt inkarnasi (menjelma) adalah Nabi Khaidir As.
a sakti /Aji saka) malahan beliau adalah raja alam gaib /dunia yg hidup sampai hari Kiamat. Sekiranya ada roh inkarnasi berasal dari alam gaib Nabi Khaidir As) sebagai Aulia atau manusia d beri Kundu.
Diposting oleh
inzankelana
di
08.25
0
komentar
Popular Posts
-
Adapun kepulauan nusantara ini pernah d datangi bangsa Yunan dri daratan Indocina pda abad2 5_6 sblm Masehi, yg sblm bangsa itu dtng scra b...
-
Sang Hiang Rakian Sakti (santhy) terkenal di Haji Sakti (Sengang, Saka) hidup sampai hari Kiamat sejak dunia masih dalam Proses dibentuk Tu...
-
HILANG TAPI TAK HILANG 1. Aku tergantung tak bertali......... 2. Menempel tak melekat. 3. Mengambang tak karena alam 4. Di udara bebas ...