Jumat, 16 September 2011

HUKUM LELUHUR / INTI KETUHANAN (FALSAFAH JAYA SEMPURNA) SUMBER HUKUM (SANDARAN MANUSIA)

Motto Indonesia /nusantara adalah SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN dalam hal ini suara rakyat yang bagaimana? Kita sama-sama mengetahui bahwa manusia itu berasal dari Tuhan. Di surga Tuhan menunjukan rasa kasih sayangNya pada Nabi Adam As sehingga beliau merasa sejahtera dan abadi di Surga. Malahan dalam keadaan sunyi dihati, Tuhan telah menganugrahi Nabi Adam As seorang teman hidup didunia dan di Akhirat yaitu Siti Hawa, yang berarti untuk hidup bermasyarakat sekaligus sebagai penyempurnaan kasih sayang Nabi Adam As itu sendiri. Dari sinilah telah digambarkan Tuhan bahwa rasa kasih sayang itu adalah HUKUM untuk hidup bermasyarakat sebagai bekal manusia nantinya (dunia nyata).
Setelah Nabi Adam As kena bujuk rayu iblis (syaithon) sangat mempercayai sumpah iblis DEMI TUHAN padahal iblis telah dikutuk akan masuk neraka selama-lamanya, maka Nabi Adam As dan Siti Hawa tanpa disadari (lupa) telah merusak kasih sayangnya kepada Tuhan Yang Maha Esa akibat dari itu terjadi suatu keajaiban yang tidak di duga oleh Nabi Adam As dan Siti Hawa yaitu secara tidak disadari mereka sangad malu menghadap Tuhan karena mereka Telanjang tanpa memakai pakaian sehelaipun.
Pada hakekatnya rasa kasih sayang adalah Hukum (pakaian) manusia hidup untuk bermasyarakat atau peradaban manusia. Setelah Nabi Adam As dan Siti Hawa diturunkan kebumi dengan terpisah kira-kira 600/1000 tahun, hakekat sebenarnya selama itu suatu ujian Tuhan supaya mereka saling mencari agar bisa hidup bermasyarakat dengan penuh dorongan rasa kasih sayang. Jelas kasih sayang itu adalah hukum maha tinggi dan maha diakui keagungannya yang turun secara langsung dari Tuhan Yang Maha Esa, supaya masyarakat bisa hidup rukun dan damai baik individu maupun bermasyarakat.
Rasa kasih sayang itu adalah hukum inti yg tumbuh dari Tuhan Yang maha Esa (falsafah Jaya Sempurna). Suara rakyat yg tidak bertentangan dengan hukum inti keTuhanan maka dapatlah suara itu (suara murni/ suara rakyat adalah suara Tuhan). Hukum ini diturunkan secara beruntun sampai akhir zaman supaya bisa diterapkan oleh mayarakat banyak. Oleh karna itu hukum tersebut pada hakekatnya suatu rantai yg tiada putusnya yang dipandang dari segi keTuhanan itu sendiri berlambangkan Matahari dan Bulan yg sinarnya menyorot ke bumi seakan menurunkan hukum /cahaya (nur illahi) dari zaman ke zaman.
Hukum tersebut turun dari Tuhan Yang Maha Esa melalui Nabi Adam As ke dunia/bumi yang dipijak oleh manusia dan tempat manusia mencari nafkah serta hidup dalam keadan adil dan bijaksana . Seperti halnya bumi yg kita pijak sekarang ini berada di tengah-tengah atau tidak diatas dan tidak di bawah kecuali kulit bumi dan dalam bumi (meninggal dunia), jadi didalam permusyawaratan tidak ada istilah kaum yg lemah dan kaum yg kuat dengan bentuk apapun sesuai dengan prikemanusiaan dan Prikeadilan.
Setiap manusia mempunyai hak yg sama dengan manusia yg lainnya yg hakiki, tidak mempunyai sistem kekuasaan kecuali pemerintahan.
Jiwa dari hukum tersebut adalah segala tindakan harus bersifat adil dan bijaksana sesuai dengan hukum-hukum keTuhanan yg berlaku, sangat dianjurkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, manusia yg ada dimuka bumi ini harus mempunyai sifat/prilaku yg istimewa atau setiap ada suatu permasalahan itu harus di adakan musyawarah guna untuk mencapai suatu mufakat. Apabila itu sudah terwujud maka hukum keTuhanan itu berarti sangat berarti bagi manusia hidup bermasyarakat. Dalam penguraian inti Ketuhanan ini (falsafah jaya sempurna) yg terjadi atas tiga unsur, jika diterapkan dalam suatu negara menjadi 5 (lima) unsur yg penjelasannya atau penjabarannya adalah sebagai berikut
1. Ketuhanan yang maha esa, dengan wajib menjalankan syariat Agamanya masing-masing
A. Agama adalah keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa oleh karna itu dalam unsur diatas ditegaskan "wajib menjalankan syareat agamg" agar yang bersangkutan harus menganut kepercayaan sesuai dengan keyakinannya sendiri.
B. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada hakekatnya adalah agama karena setiap ada Tuhannya adalah hukum.
C. Agama (hukum) yg tidak berkeyakinan teriadap Tuhan Yang Maha Esa adalah bukan agama (hukum yg benar).
D. Penganut suatu kepercayaan pada hakekanya adalah keyakinan terhadap suatu roh / kramat, batu, gunung dan sebagainya yg tertentu bentuknya dan dianggap ada manfa'atnya / kesaktian yg bisa menolong dalam kehidupan, agar tercagainya suatu keagungan dan kesejahteraan.
2. Pri kemanusiaan yang hakiki (prikasih sayang). Asas dan hukum dasar
A. Setiap manusia mempunyai hak yg sama dengan manusia yg lainnya dan tidak ada yang merasa lebih kuat atau lemah dan mempunyai derajat yang sama.
B. Bersifat adil dan tidak mempunyai sifat yg memaksa suatu kehendak pada orang lain (Intimidasi) dan mengdiskreditkan langsung maupun tidak langsung.
C. Tidak pernah berniat untuk menyakiti bathin seseorang baik langsung maupun tidak langsung.
D. Tidak pernah untuk berusaha merangsang seseorang dalam segi apapun, apalagi seseorang tersebut mampu untuk mengatasi rangsangan tersebut (berpikir negatif).
E. Mempunyai sifat hakiki yang kuat, untuk mengatasi semua permasalahan supaya tercipta suatu ke indahan sendiri dan tercapailah suatu perdamaian yang sangad harmonis, maka dari itu terlaksanalah hukum inti keTuhanan tersebut sesuai dengan anjuran Tuhan Yang Maha Esa, atau mempunyai pikiran yang luas.
3. Kedaulatan rakyat yang adil (mupakat untuk menanggulangi dengan hikmah permusyawaratan dalam perwakilan yang adil)
A. Hakekat bermusyawarah untuk mencari kesepakatan atau mufakat, yang utama hikmahnya diambil suatu kesimpulan sesuai dengan musyawarah tersebut.
B. Manusia mempunyai hak yang sama dengan manusia yang lain harus mempunyai suatu tali kasih sayang tersendiri dan tidak membedakan satu dengan yang lainnya.
Hak dalam pengeluaran pendapat serta mendapat suatu perhatian dengan pendapat yang lain, dan harus menghargai pendapat orang lain dan juga menghormati keputusan yang telah di capai (mufakat).
C. Dalam suatu permusyawarahan harus di konsulidasikan setiap pendapat orang lain lalu ambil titik tengah atau kesimpulan berdasarkan musyawarah guna untuk mencapai titik tumpunya ataupun persetujuan dari semua pihak.
D. Hikmah dari permusyawaratan suatu keputusan yg diterima semua peserta dengan rela dan ikhlas, tidak mempunyai kesan yang tidak diinginkan oleh para sidang yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung (bersiasat), yang berarti musyawarah dalam perwakilan yang adil.

E. Dalam hal ini golongan atau mempunyai wakil yang sama banyaknya dan bukan membina / mencari pendukung dan kekuatan (anggota / saudara) dalam permusyawaratan. Jadi tidak bebas untuk membina kekuatan menurut sistem Liberal atau peninjukan sistem Totaliter/komunis. Motto bangga Indonesia "cari kebenaran (hukum) dan jangan mencari pendukung atau kemenangan" jika dalam permusyawaratan, itu berarti cari Resolusi dan sebagainya yg terlebih dahulu ada kepastian kebenarannya berturut-turut sesuai dengan hukum dasar, undang-undang dasar dan lain-lainya, barulah cari pendukung atau suara. Jadi dengan cara ini tidak ada alasan bagi siapa saja untuk harus mendesak mempertahankan sesuatu dengan dorongan oleh sifat-sifat Iblis (egois).
F. Hak yang sama tidak ada yang kuat dan yang lemah semuanya mempunyai derajat yang sama bukan saja dalam permusyawaratan juga harus sama (adil) dan sebagainya, dalam arti tidak memonopoli seperti sistem totoliter / komunis.
G. Perwakilan dalam permusyawaratan adil atau hak yang sama tidak ada kuat maupun yang lemah dan mempunyai derajat yang sama, bila kata perwakilan dijelaskan dengan kata adil. Jika tidak bertentangan dengan prikeadilan hakiki dan kata perwakilan dan secara kebetulan misalnya suatu badan mempunyai hak suara/anggota lebih banyak dengan yang lain (liberal/totoliter) maka kata perwakilan tanpa ada kata peradilan, itu dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk menentukan suatu yang di kehendaki seseorang tersebut, maka yang bersangkutan dapat menarik negara ke negara yang menganut sistem pemerintahan diktator / negara prolotarisme atau negara hanya ada satu partai saja dan lain-lain, karena yang diputuskan dalam permusyawaratan dengan sistem libralisme.
4. Kerukunan dan damai menuju adil, makmur dan sejahtera zhohir dan bathin
A. Tujuan hidup manusia adalah kerukunan dan damai, sesuai amanah Tuhan Yang Maha Esa bahwa manusia harus mengabdi pada sesama manusia. Efeknya bila terlaksana dengan baik berarti pengabdian pada Tuhan Yang Maha Esa, maha pencipta smesta alam (manusia dan hukum/pakaian batin). Tujuan hidup itu bukan ditekankan pada soal duniawi semata-mata (kesejahteraan zhohir).
B. Untuk mencapai suatu kerukunan yang damai harus terlebih dahulu ada pembangunan akhlak, watak dan perilaku dalam arti kata tidak berjiwa iblis (zalim), ria egois, munafik, intimidasi dan mendeskriditkan.

C. Harus ada pengakuan terutama dengan perbuatan, bahwa manusia mempunyai hak yang sama, tidak pernah merasa lebih kuat dari yg lain.
D. Ada rasa rela berkorban tanpa mengharapkan suatu balasan dan mempunyai rasa solidaritas yg tinggi terhadap siapapun, tidak membedakan sesuatunya dengan yang lain.
E. Pembangunan ahlak, watak dan prilaku yang baik akan menimbulkan suatu kebaikan dalam menghadapi suatu kebajikan dan tidak pernah merugikan orang lain, maka kerukunan damai itu akan terwujud dengan apa adanya.
F. Terwujudnya suatu kerukunan dan damai yg hakiki dengan sendirinya (otomatis) adil, makmur dan sejahtera yg akan timbul. Yang disebut dengan adalah pada zhohir dan batin, misalnya ada suatu peperangan dalam bathin soal hukum / politik dan sebagainya tidak dapat dikatakan sejahtera yg hakiki.
5. Kebangsaan yang hakiki (azaz: wadah / tempat)
A. Dibentuknya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk saling kenal mengenal.
B. Maksudnya mengenali sejarah / kebudayaan antara lain apakah ada hubungannya dengan bangsa sendiri dan bangsa yang lain dan akhirnya mengetahui kebudayaan - kebudayaan yang telah lama misalnya: hukum-hukum, agama, kepercayaan dan sebagainya dianut oleh bangsa-bangsa yg bersangkutan.
C. Tujuan utama atau garis besarnya supaya mengetahui sesuatu yang baik yang layak atau pantas untuk ditiru sesuai dengan kebudayaan masing-masing.
D. Perhubungan dengan tujuan yang baik, sangat jelas ada dorongan dengan rasa kasih dan sayang (prikemanusiaan yang hakiki) dan bukan di dorong oleh jiwa iblis (zalim) yang semata-mata mencari kelemahan orang lain kemudian langsung digenyang dengan berbagai cara.
E. Bila bangsa sendiri mencari sesuatu yang baik pada bangsa yang lain maka janggal sekali bila terhadap bangsa sendiri ditekan oleh bangsa yang lain, apalagi dengan dalil Nation Building.
E. Saling gontok menggontok di dalam bidang hukum, politik apalagi di sertai dengan pengekangan, penekanan ataupun peperangan dipandang dari segi Ketuhanan terutama dari pandangan Nabi Khaidir As (Aji Saka / Sang Hiang Rakian Sakti ) adalah "manusia biadab / bangsa biadab".
F. Ciri-ciri bangsa atau kebangsaan (bukan negara atau warga negara) berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa atau hukum inti keTuhanan baik yang telah mengkristal maupun masih dalam proses Nation Building definisinya adalah menurut nabi Khaidir/Naga Sakti/Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Surya Negara adalah:
1. Persamaan bangsa / serumpun bahasa
2. Persatuan pergaulan ( pengalaman kebudayaan ).
3. Satu persatu karakter / akhlak, watak sesuai dengan motto nusantara "berbudi bahasa" dan "bahasa menuju bangsa"

MANUSIA BERADAP DAN PERADABAN

Kami uraikan ciri manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yg beradap. Dikatakan beradap karena manusia diberi Tuhan pakaian (bukan buatan manusia). Maksudnya, ambilah pelajaran dari Nabi Adam As semasa beliau masih di surga. Nabi Adam As telah diberi Tuhan ilmu (pakaian) sehingga Nabi Adam As dan Siti Hawa hidup bermasyarakat kerukunan dan damai terbina dengan penuh rasa kasih dan sayang.
Hukum (pakaian) itu sebagai bekal mereka untuk hidup kerukunan dan damai didunia nanti. Sebelum sampai di dunia tanpa disadari (lupa) pakaian itu telah diterbangkan Iblis yg bersifat ria, egois, munafik, mengintimidasi dan mendiskreditkan. Akibatnya Nabi Adam As / Siti Hawa telanjang bulat dan menyembunyikan diri karna malu (takut) pada Tuhan Yang Maha Esa. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pakaian (hukum) supaya manusia tidak telanjang di dunia (dalam kerukunan dan damai). Jadi sifat memperadab manusiam adalah HIK. Jelas hidup dalam pertentangan hukum/politik apalagi hukum sama-sama buatan sendiri tidak akan mewujudkan di dalam kerukunan dan damai alias biadap. Jadi adat/adap adalah hukum (khusus hukum Tuhan).
Bila seseorang mengikuti kau Zalim /iblis berarti yg bersangkutan menelanjangi diri sendiri. Berdasarkan ketentuan di atas HIK (falsafah jaya sempurna) di simpulkan ditekankan pada 3 (tiga) unsur yaitu:
1. Unsur pokok yaitu: dikatakan pada jiwa /rasa yakni rasa/ Pri kasih sayang sebagai ciri manusia beradab dan rasa ingin berhubungan adil dan bijaksana
3. Unsur tujuan yaitu: dimana manusia dikatakan untuk menjalankan suatu kehidupan harus mempunyai suatu tujuan tertentu atau mempunyai suatu kehidupan yang rukun dan bijaksana serta rukun dan damai
Pengertian tidak langsung (tersirat) atau kalimatnya di bolak balik akan mengandung arti yang sama, tidak bertentangan dengan jiwa HIK. (Hukum leluhur / keperibadian leluhur). Perumusan yang dimaksud diatas untuk menghindari supaya jangan sampai hukum itu (unsur-unsurnya) merupakan hukum bocor dalam arti tidak sesuai hukum. Bila tidak sesuai dengan demikian maka akan berakibat hukum menjadi bocor itu digunakan kaum zalim dari berbagai bentuk (berkedok dan sebagainya) untuk mencapai suatu tujuan dengan suatu alasan bahwa hukum bocor itu membenarkannya, apalagi jika hal itu dicapai dalam wadah suatu permusyawaratan yang tidak adil di bentuk dengan sistem liberal (kekuatan bebas), otoriter (pertunjukan) yang hakekatnya membina kekuatan (suara) dengan bebas untuk menekan resulusi dan lain-lain dari pihak lawan. Jadi dengan sistem permusyawaratan /perwakilan itu, jelas tidak ada pengakuan terhadap bahwa manusia tidak mempunyai "hak yang sama" tidak merasa kuat atau lemah dan mempunyai derajat yang sama.
Unsur-unsur dari HIK (Falsafah Jaya Sempurna) menurut versi Aji Saka / Si pahit lidah (sang hiang rakian sakti/pangeran Surya Negara) dan adanya kekayaan kata-kata istilah zaman sekarang tersebut pada daftar di bawah ini.
Versi Aji Saka

Unsur Pokok adalah memperingatkan. Unsur pelaksana adalah Pemelihara. Unsur Tujuan adalah Pembangunan

Versi SHRS/P. Surya Negara

Unsur Pokok adalah Peradapan. Unsur Pelaksana adalah Penanggulangan dalam Keadilan. Unsur Tujuan adalah Kerukunan dan damai

Versi (Pengistilahan secara luas

Unsur Pokok adalah Pri kasih sayang. Unsur Pelaksana adalah Mupakat untuk penanggulangan dengan hikmah dari permusyawaratan dalam perwakilan keadilan. Unsur Tujuan adalah Kerukunan dan damai menuju adil dan makmur zohir dan bathin


Penjelasan-penjelasan


a. Memperingatkan: sesuai dengan kedudukan beliau mengemban tugas dari Tuhan Yang Maha Esa sepanjang Zaman yg dititik beratkan penanaman kasih sayang dalam jiwa manusia, untuk peradapan manusia supaya dapat hidup rukun dan damai. Penjabaran pada zaman Hindu dengan istilah BUDI BAWA LAKSANA AMBEG PARA MARTHA yang dititik beratkan pengakuan bahwa manusia mempunyai hak yang sama, tidak merasa kuat, lemah dan mempunyai derajat yang sama.


b. Pemeliharaan: maksudnya untuk memelihara tanaman tali kasih sayang itu, yang dalam pelaksanaannya senantiasa ada perhatian untuk menanggulangi sesuatu yang tidak baik atau di sangka akan berakibat tidak baik (hakekat hukum) dan bersedia bermupakat dalam suasana keadilan. Rasa penanggulangan dan sebagainya itu pada dasarnya di dorong oleh rasa rela berkorban, rasa balas kasihan, kepada kaum yang lemah dan juga sebagai gambaran rasa ingin memberlakukan orang lain secara adil sebagai akibat dari unsur pada yang tertera diatas bagian (a).


c. Pembangun: Maksudnya diutamakan untuk membangunan ahlak, watak prilaku manusia yang arif dan bijaksana maka akan terciptalah suatu kerukunan dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun kelompok.


d. Peradapan: dalam pengertian ini dimana penertipan hukum jiwa (hukum Tuhan) yakni perikasih sayang (hakiki).

Adat istiadat adalah suatu peraturan yang sangad mutlak yang erat kaitannya dengan hukum adat, sedangkan adab itu adalah hukum keTuhanan. Kedua hukum ini sangat mempunyai kekuatan tersendiri dan susah untuk di lunturkan, misalnya: Nabi Adam As telah melanggar HIK. (Rasa kasih sayang Tuhan Yang Maha Esa) sehingga pakaian (hukum) itu hilang sehingga mereka telanjang tanpa pakaian sehelaipun yang melekat pada tubuh Mereka. Apabila terjadi hingga sekarang maka boleh dikatakan manusia itu tidak menganut HIK (biadab). Sebenarnya istilah kata adat dan adab ini warisan dari Naga Sakti/Nabi Khaidir As (aji saka/si pahit lidah). Hingga sekarang didaerah Haji Batang Hari Sembilan /sumatra bagian selatan khususnya masih di kenal bahwa tanah (bumi) adalah milik Tuhan disebut Milik Adat(hukum) alias di hukumkan tetap milik Tuhan bukan milik Manusia semata melainkan manusia hanya mendapat Amanah dari Tuhan yang maha esa yaitu pergunakan dan peliharakan dunia ini dengan sebaik mungkin. Jadi HIK (falsafah jaya sempurna) sangat erat hubungannya dengan hukum tata tertib (adat istiadat) tidak dapat dipisahkan antara lain adat istiadat dengan HUK. (tidak boleh bertentangan) apalagi hik itu dijadikan Falsafah Negara/hidup bermasyarakat banyak.

NURILLAHI ADALAH CAHAYA KEHIDUPAN (KEGIATAN) YANG TERWUJUD SEBAGAI BATHIN / HUKUM MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG

Alam semesta ini asal mulanya dari cahaya (Nur Illahi). Kemudian Tuhan yg maha Esa memberikan suatu kegiatan (Kun Fayakun), atau disebut suatu kegiatan kehidupan. Cahaya-cahaya digilung oleh sumber itu yg tak habis-habis cahaya itu dari Illahi. Terjadilah bulatan tunggal yg mempunyai kadar panas yg sangat dahsyat itu. Terjadilah bintang-bintang, planet dan sebagainya, terbesar bersisa yakni Matahari (sinar panas), maka bintang-bintang planet dan lainya sebagainya itu berputar mengelilinginya. Pertama kalinya meledak, maka pecahlah alam tanggal itu mempunyai kehidupan /kegiatan sendiri-sendiri yg dapat menarik bintang-bintang dan sebagainya yg kegiatannya lemah. Akhirnya matahari, planet, bintang-bintang dan sebagainya itu karena jaraknya tidak terjangkau oleh kekuatan/kegiatannya, maka masing-masing bergiat berputar dalam lingkungan sendiri (As).
Kegiatan itu berjuta-juta tahun lamanya, zaman demi zaman, tahap demi tahap yg jaraknya berjuta-juta tahun pula. Dari suatu benda berobah-obah ke berbagai macam benda lainnya (alam/mahluk). Maka berlakulah hukum sebab akibat yg mana semua itu telah di tentukan Tuhan apa yg akan terjadi pada masa bertahun-tahun yg akan datangnya mengenai isi alam semesta ini. Kejadian dialam semesta ini pada hakekatnya telah dalam konsep Tuhan Yg Maha Esa termasuk kehidupan manusia /perorangan sebelum Kun Faya Kun di cetuskan Maha Pencipta. Selanjutnya sinar matahari memberikan kehidupan (kegiatan) pada seluruh alam semesta ini, tanpa kecuali mempengaruhi batin-batin mahluk (akhlak, watak dan sebagainya) dari hari ke hari, bulan ke bulan dan sebagainya. Karena kehidupan/kegiatan mataharilah maka semua planet, bintang-bintang dan sebagainya itu mengelilingi matahari, dengan teratur seakan-akan di kendalikan. Contoh bulan teratur menjadi satelit bumi. Sesuai dengan keadaan (probahan sinar/panas) matahari bintang-bintang /planet, secara tidak langsung mempengaruhi gerak batin dari setiap manusia /mahluk hidup. Probahan ahlak, watak/prilaku manusia secara kesatuan (keseluruhan)dari hari ke hari, bulan ke bulan, zaman ke zaman telah memberikan kehidupan /kegiatan (probahan) dunia atau situasi dunia, sesuai dengan bentuk ahlak, watak/prilaku yg di maksud, telah merubah pula hukum-hukum yg mengatur dirinya sendiri (manusia). Ahlak, watak / prilaku yg baik adalah HIK /Falsafah Jaya Sempurna (prikasih sayang dan sebagainya) adalah kehidupan/kegiatan, adalah cahaya, adalah Nur Illahi adalah Tuhan Yang Maha Esa/Maha Pencipta. Akhirnya di kenallah Tuhan dimana-mana di alam smesta ini, sesungguhnya di alam gaib menurut pandangan manusia.
Kembali soal dalam batin, maka manusia mempunyai batin berbeda-beda menurut perkembangannya sejak bayi terutama pengaruh lingkungan. Batin itu adalah rasa dan rasa itu adalah hukum. Jadi manusia mempunyai hukum (naluri) sesuai dengan bentuk akhlak, watak /prilakunya. Batin yang besar adalah maha pengasih dan penyanyang, adalah pada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi batin terbesar pada manusia adalah hukum inti Ketuhanan (Falsafah Jaya sempurna) untuk manusia hidup bermasyarakat. Dipengaruhinya batin manusia /HIK ini oleh matahari (sinar/panas) dan sebagainya, maka berobah-obah pula hukum diatas dunia menurut perobahan batin itu. (Akhlak, watak, prilaku) dari penghuni bumi ini.
Berdasarkan ilmu pengetahuan modern terbukti bahwa setiap kegiatan/pergolakan matahari/bintang-bintang (sinar/panas)telah mempengaruhi iklim, kemudian batin manusia dan akhis stuasi di dunia di seberang waktu, antaranya perang, pertentangan hukum /politik. Umpama sinar bulan purnama telah membuat air laut pasang/naik.
Nah, dari sinilah zaman dahulu timbul ahli-ahli bintang ahirnya ahli nujum (ramalan) yg dapat mengetahui /membaca akhlak, watak /perilaku manusia melalui, keadaan matahari, bintang-bintang selanjutnya dapat membaca/mengkaji sedemikian rupa sehingga dapat mengetahui apa yang terjadi akibat akhlak, watak/prilaku yang coraknya tertentu mengenai seorang atau situasi dunia pada masa /zaman yg tertentu di kemudian harinya.
Tanpa ada cahaya /panas tidak ada kehidupan /kegiatan di dunia ini terutama tanpa itu atau Tuhan Yang Maha Esa(Kun Faya Kun) seluruh alam semesta alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa kenapa pula manusia menghianatinya seperti Iblis (zalim). Jadi tanpa HIK (falsafah Jaya Sempurna) ciptaan Tuhang Yang Maha Esa atau kebenaran, hukum maka manusia di atas dunia tidak akan hidup benar/tentram Zohir batin. Lebih tepat dikatakan hidup dalam kegelapan tanpa cahaya (kebenaran hukum).
Ketergantungan hukum pada hukum buatan manusia (hukum tidak sempurna/baik) lambat laun akan menghancurkan manusia atau dari kelompok manusia tertentu terhadap manusia lainnya. Sistim hukum buatan manusia pasti tidak sempurna, yg jelas sadar atau tidak sadar sifatnya tidak mengakui bahwa manusia "Hak yg pertama, tidak merasa kuat dan lemah dan tidak membedakan drajat yg satu dengan yg lain" yg akhirnya tidak mengakui "perlakuan adil terhadap manusia" Hukum yg di buat manusia berbagai maca variasi sifatnya tidak mengetahui kebenaran hukum termasuk diatas, berarti tidak mengetahui dirinya ber Tuhan atau munafik terhadap Tuhan seperti Iblis yg telah di golongkan Tuhan sebagai mahluk yg durhaka. Jadi berilah cahaya yg baik sesama manusia, supaya manusia-manusia itu merasa diri terang /diterangi (tentram/sejahtera lahir dan batin). Kesimpulan semua pertentangan hukum/politik diatas dunia ini adalah pengaruh berbagai bentuk /situasi dari matahari dan bintang-bintang (sinar/panas). Jadi hukum buatan manusia tidak sempurna (tidak baik) sama halnya dengan cahaya tidak baik yakni netron, radio aktif (atom, nuklir dan sebagainya). Cahaya dan hukum (batin) satu sama lain saling mempengaruhi sehingga akhirnya nanti, karena pengaruh atau perbuatan hukum yg tidak benar dan cahaya yg tidak baik, hancurlah dunia semesta alam ini alias kiamat tiba. Jadi manusia Zalim atau peradapannya telah sirna pandang dari segi keTuhanan yg menyebabkan kehancuran smesta alam nantinya.

MASUKNYA ISLAM KE SUMATRA SELATAN

Masuknya Islam ke daerah Lampung sekarang tidak dapat di sebut dengan istilah "pengaruh/masuk dari" karena daerah ini sebenarnya dahulu wilayah kerajaan Aji Sai yg sejak zaman Aji Saka berpusat di dataran tinggi Bukit Barisan sebelah selatan yg waktu itu, khususnya berpenduduk Suku Abung, Kaur, Kisam (pasemah) dan lain-lain.
Malah masuknya Islam kedaerah Sumatra bagian selatan adalah dari Majapahit melalui pentolan-pentolan /tokoh-tokoh dari Sang Hiang Rakian Sakti / Pangeran Surya Negara dalam rangka pembentukan kembali Kerajaan Saka dengan Nama baru Kerajaan Aji Sai (Haji Sakti) atau penurunan kembali HIK (Falsafah Jaya Sempurna). Itu pula sebabnya daerah Sumatra Bagian Selatan disebut Haji Batang Hari Sembilan. Jadi tugas Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Surya Negara terdiri 2 (dua) unsur :
1. Pembentukan kembali Kerajaan Saka sebagai jembatan penurunan kembali HIK (Falsafah Jaya Sempurna), yg pernah beliau turunkan selagi menitis dengan nama Aji Saka (Sepahit Lidah).
2. Sesuai dengan situasi dan kondisi pada waktu itu penyebaran (Mubaligh) Islam kebagian Sumatra bagian selatan khususnya. Malahan selagi beliau masih ada di Majapahit beliau adalah seorang AdiPati (pangeran Adipati Aria Negara) di suatu daerah. Disamping sebapai mubaligh Islam untuk sebelah barat Majapahit dengan nama Syekh Haji Syarif Al_Zikrullah. Jadi sebagai wali (Mubaligh) di Majapahit ada dua salah satunya ialah Maulana Malik Ibrahim untuk daerah sebelah timur Majapahit. Dibelakang nama itu ada Al_Zukrullah mengingat beliau adalah titisan Nabi Khaidis As /Aji Saka yg kembali mengemban tugas memperingatkan manusia HIK (falsafah jaya sempurna) sesuai dengan sumpah/pertanda yg ditentukan menjelang sebelum kembali ke alam gaib (pusaran laut/putaran tasik) Zaman Aji Saka dahulu. Ada pula beliau di sebut Syekh Haji Syarif Nakhoda, karena beliau pernah di tugaskan dalam rangka mendeskriditkannya oleh Prabu Wikrama Wardhana, berekspedisi ke aceh sebagai Laksamana /pemimpin armada ekspedisi itu. Beliau terus menerus dideskriditkan dengan berbagai cara setelah perang Paregreg.

Di Sumatra selatan banyak Dongeng-dongeng Si Pahit Lidah (Aji Saka / Sang Hiang Rakian Sakti) yg berbau Hindu, seakan-akan beliau itu orang Hindu tok, malahan orang Jawa mengatakan Aji Saka menurunkan hukum hindu pada tahun 78 Masehi. Sebenarnya yg menurunkan hukum hindu yg pertama di tanah jawa adalah Prabu Niska (si mata empat), sedangkan Aji Saka (Si Pahit Lidah) menurunkan HIK (Falsafah Jaya Sempurna) tahun 38 Masehi di Nusantara (Aji Saka). Dongeng lain Sang Hiang Rakian Sakti di kenal dengan nama Raden Mas Panji dan Serunting Sakti.
Maka masuknya Agama Islam melalui tokoh-tokoh dari Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Jaya Negara telah menyebabkan Suku Abung, Kubu menyingkirkan pedalaman (istilah sekarang). Sebenarnya bukan ke pedalaman (Palembang) dalam suku-suku itu memang penduduk asli/tetap di pedalaman Sumatra bagian Selatan. Suku-suku tersebut dan suku-suku lainnya di pedalaman Sumatra bagian selatan(pusat kerajaan saka) sebelum masuk Islam hidup mereka berpindah-pindah (berkubu-kubu) antaralain suku Abung yg terbanyak disekitar kubu tanah (Goa Abung). Jadi suku kubu di sebut kubu bukan nama baru tetapi telah lama dijuluki pada mereka (termasuk Abung) karena cara hidup mereka berptualang, sunggupun demikian pada mulanya mereka beragama Animisme gaya baru dimaksud diatas yg kemudian sedikit sekali di pengaruhi Agama hindu.
Menurut istilah masyarakat lampung sekarang mereka berasal dari dataran tinggi Pesagi, malahan nenek moyang mereka dikatakan dari Pagar Ruyung (sebenarnya dari Asal Raja Skala Berak). Daerah Pesagi (skala berak) sebenarnya masih daerah Danau Ranau dan sekitarnya atau dengan kata lain daerah tersebut di simpulkan dengan istilah pusat kerajaan Saka atau dataran tinggi bukit barisan sebelah selatan. Agama islam di daerah lampung sekarang pengaruh kerajaan Aji sai sejak tahun 1427 atau sebelah selatan Haji Seragi (Naga berisang /putri si darah putih) sebelah utara dari daerah aji sai tengah yg kemudian harinya (1703) dinamai daerah Komering. Adapun yg menyebutkan bahwa Agama Islam di lampung sekarang pengaruh Minang Kabau adalah sedikit kemungkinan kalau ada hanya di Bengkulu sebelah utara dan daerah Jambi sekarang.
Sebenarnya kerajaan Jaya Abadi (Aji Sai) melalui masa Pangeran Pulun (Prabu Muda) telah mempengaruhi daerah Minang (Bundo Kandung) dalam pembinaan adat disana yg juga dalam penasehat/berlandaskan (berpedoman) pada Falsafah Jaya Sempurna 1575. Sampai sekarang kursi singgasana Raja Aji Sai sebagai tanda pengenalan adat Pagar Ruyung di juluki "Teras Jelatang". Orang minang telah menyatakan bahwa balai adat mereka bertiang Tareh Jelatang. Jadi jelas bahwa hukum adat minang dibina dengan pedoman (Teras) Falsafah Jaya Sempurna dari pemilik kursi Singgasana (Prabu Muda). Mengenai Agama Islam daerah itu, sebelumnya masuk dari sebelah Aceh dan lain-lain.
Pada suatu ketika pusat kerajaan Aji Sai /Jaya Abadi dikuasai Mataram /Jawi (1703) maka putuslah Lampung dengan pusatnya Tanjung Jati (Saka Aji) akibat Ratu-ratu (Demang) menbentuk suatu dewan disebut dewan Ratu-Ratu Lampung, yg diketuai oleh Ratu menggala. Pada saat Ratu menggala memihak kepada Banten, maka pecahlah dewan itu sehingga daerah Ratu-Ratu tersebut di namai Lampung hingga sekarang (1705) Ratu dan rakyat Pesagi khususnya didaerah Skala Berak umumnya (Krui) tidak mau di sebut suku Lampung. Setelah Banten menguasai Lampung, maka Sultan Hasanudin telah dapat menguasai daerah Selebar (Skala Berak) yg diterimanya dari Raja Indra Pura (Minang) Pemberontakan Raden Intan (1779-1790 di Lampung sekarang dilakukan oleh keturunan Ratu Darah Putih, (bukan putri darah putih) yg menjadi cikal bakal Raden Intan. Pada suatu ketika tiba-tiba muncul seorang feri disuatu desa Sukaraja /palas yg bersangkutan adalah Raden Intan membentuk suatu pasukan dan mengadakan pemberontakan terhadap Belanda. Sebenarnya beliau adalah utusan Pangeran Embo untuk mengadakan perlawanan terhadap penjajah, waktu itu Pangeran Embo adalah Raja di daerah Haji (Saka Aji) yg telah di taklukan oleh sultan Palembang dengan bantuan Belanda (1778). Dengan adanya pemberontakan Raden Intan itu maka Belanda memperketat penjagaan di Buay Haji (pusat kerajaan Haji/Saka Aji), takut kalau saka Aji/Haji bangkit kembali mengadakan perlawanan.
Setelah pemberontakan Raden Intan dan lain-lain gagal banyak orang sakti mundur ke hutan (ulu). Dan menghilang di sana, sementara itu keluarlah suatu Motto, bahwa di daerah Haji Seragi akan makmur bila di duduki dua belas suku, maksud dari dua belas suku itu adalah kiasan dari daerah Buay Haji, bahwa Buay Haji itu di juluki suku-suku disekitarnya mempunyai dua belas (12) bahasa, karena dalam bahasa haji banyak kata-kata berbagai bahasa (dua belas bahasa). Pasukan Raden Intan terasnya adalah orang Buay Haji. Mundurnya pasukan itu ke daerah pedalaman (Hulu) sebagian dari mereka berbentengkan kesaktian. Kemudian hari Banten itu menjelma sebagai perkampungan (Siluman) gajah di daerah Raja Basa/seragi hingga sekarang. Cikal bakal Raja Skala Berak berasal dari Pagar Ruyung, keturunan Putri Kayangan dan Kua Tunggal berdiam di Skala Berak. Masa cucunya Serunting mereka mendirikan keratuan pemanggilan. Umpu Serunting ini menurunkan Indra Gajah (Ratu Gajah) Buay Abung, Belungguh Buay Peminggir, Pa'lang Buay Pubiyan Pandan telah menghilang dan sedangkan ada di Suka Ham(??). Diperkirakan pada masa (1435) daerah Palembang (musi/banyu asin sekarang) dikuasai Malaka/China di rebut dari Adipati Sekandar Alam (Aji Sai), juga daerah pesisir Jambi dikuasai Malaka/china itu. Islam masuk ke Lampung sekarang, dari Banten oleh Fatahilah (sunan gunung jati), memasuki Labuhan Meringgai sekarang di keratuan Pugung disekitar tahun 1525. Sebelumnya sudah ada pengaruh Islam dari Haji Seragi(1422). Dari perkawinan Fatahillah dengan Putri Sinar Alam anak Ratu Pugung, lahirlah Minak Gajah Ratu yg kemudian menjadi Cikal bakal Keratuan Darah Putih.

PERANG PEMATANG JERING, BILAH-BILAH PAUH SAKA AJI (1860-1875)

Pada suatu ketika pangeran Mas Lebung meninggal dunia maka seluruh anaknya bermufakat siapa mau di utus untuk mengambil Piagam pengangkatan Pangeran Bakal yg keadaan mentalnya Loyo (tolol) dan hampir di seluruh kesultanan Palembang terjadi huru-hara terutama jalan di palembang sulit untuk di tembus. Di tunjuklah Pangeran Tambuh adik bungsu mereka yg memang seorang pahlawan dari kesultanan masa terjadi perang di kota palembang. Seorang pahlawan lainya adalah Agung Tama. Dengan membawa mandat Pangeran Tambuh sambil bertempur /membasmi para pengacau akhirnya daerah menuju Palembang aman, berita ini sampai ke telinga Sultan. Sesampainya Pangeran Tambuh menghadap Sultan maksud dan tujuannya di sampaikan, hasilnya Beliaulah diangkat menjadi Raja Haji (Piagam 1229 Hj./tahun 1812 masehi) sejak itu Sultan Pangeran Badarudin banyak mengetahui sejarah Haji Sakti sehingga tergeraklah Sultan untuk meniru Raja Haji untuk membentuk Adat (Hukum Adat) bersama-sama Pangeran Tambuh.
Hukum adat itu di bukukan dengan nama Simbur Cahaya hingga sekarang rakyat Buay Haji menyebut Simbur Cahaya tersebut adalah adat Buay Haji. Pada saat Sultan Badarudin di buang oleh Belanda (1821) maka pangeran tambuh (1825) memerdekakan diri karna tidak bersedia beralih pada belanda, sejak kesultanan Palembang dihapuskan perlawanan Rakyat dipedalaman terjadi. Kerajaan Tanjung Jati (Saka Aji) terlibat pertempuran melawan Belanda terutama terbesar peperangan di Pematang Jering, bilah-bilah (dua kali) dan yg terakhir di Pauh (Suka Bumi).
Sejak kemerdekaan Saja aji sampai perang di Pematang Jering Belanda tidak mengutik Saka Aji kecuali ada perang kecil-kecilan. Dalam peperangan pematang jering banyak sekali belanda mengerahkan serdadu Bumi Putra antara lain Suku Jawa, namun seorang hulu balang yg bernama Ratu Pemanggilan dengan tangkas dan gesit laksana terbang diatas pundak-pundak musuh mengibas-ngibaskan pedangnya. Medan peperangan berobah merah oleh darah. Sebelumnya Ratu Pemanggilan melakukan peperangan, telah di nasehati oleh Agung Utama untuk tidak perang dengan alasan bahwa sedangkan Pahlawan Palembang yg sanggup mencabut batang kelapa dapat dikalahkan Belanda diantaranya Adalah Raden Alit. Dengan perang ini Belanda terpaksa pulang kepalembang dengan menderita kekalahan, kira-kira lima tahun kemudian belanda kembali lagi mengerahkan serdadunya secara besar-besaran dan terjadilah pertempuran sengit di Bentong Bilah-Bilah. Dalam peperangan ini belanda juga mengalami kekalahan, beberapa tahun kemudian kembali belanda mengerahkan pasukan ke bilah-bilah yg setelah mengalami pertempuran yg sangat dahsyat pasukan pangeran Tambuh terdesak dan mundur mempertahankan diri di Benteng Pauh. Kekalahan dalam perang ini disebabkan oleh pangeran Jimat (pemberontak) telah ikut membantu belanda sehingga pasukan-pasukan Pangeran Tambuh tertikam dari belakang.
Dalam perang pauh ini masih dipimpin oleh Ratu Pemanggilan karena Panglima Kaya pada waktu itu sedang pantangan untuk bertempur (istrinya masih hamil). Dalam perang ini banyak Hulu Balang tidak kurang dari sembilan orang di antaranya adalah putra Pangeran Tambuh yakni Ria Mutor, Ria Ngica dan Gimbar Alam. Benteng Pauh terkepung oleh Belanda tetapi tidak bisa masuk mengingat benteng tersebut dikelilingi jurang dan parit-parit serta bambu-bambu Aur. Setelah cukup lama pasukan pangeran Tambuh terisolir, maka berita ini di sampaikan rakyat kepada Pangeran Banyak (kakak Ria Mutor lain Bapak) yg sedang di ajungkan (diasingkan) karena mengidap penyakit menular. Sesampainya berita itu pada beliau rakyat tersebut diutus untuk menemui belanda bahwa beliau sanggup untuk menerobos kedalam benteng, dengan perjanjian beliau diangkat menjadi pangeran, sedangkan pangeran tambuh serta anak-anaknya tidak di tawan belanda tetapi mereka itu menjadi tanggungan beliau (jaminan). Perjanjian di terima Belanda maka di songsonglah pangeran Banyak dan di bawa kebenteng. Sebelum berangkat badan pangeran banyak oleh suatu keajaiban dijilati oleh harimau, maka penyakit yg diidap segera sembuh seketika. Sesampainya di tepi jurang/benteng beliau memerintahkan menebang yg langsung roboh kedalam benteng . Pohon itu menjadi jembatan Belanda, maka pertarungan sengitpun terjadi lagi. Dikedua belah pihak bergelimpanganlah manyat-manyat manusia laksana jamur kena hujan. Sebelumnya serdadu Belanda telah mengenali Pangeran Tambuh dan putra-putranya atas petunjuk pangeran Banyak. Melihat serdadu Belanda makin banyak maka dalam keadaan gawat itu Ratu Pemanggilan diperintahkan keluar dari Benteng untuk menyusun kekuatan baru di tempat lain.
Ratu Pemanggilan memotong daun lontar dan laksana terbang beliau turun kejurang dengan daun lontar tersebut.
Setelah perang selesai keluarga Ratu Pemanggilan mendapatkan baju perang dan cincinnya di rumah dan meninggalkan pesan bahwa suatu saat nanti Haji akan hidup kembali, kemudian beliau pergi kearah Krui. Pada masa Revolusi 1945 orang Desa Sukarami menganggap Kapten Dani adalah Ratu Pemanggilan yg hidup kembali. Setelah Sukarami/Aji memasang Bedil Meriam Pusaka Ratu Pemanggilan yg berumpan peluru sakti diarahkan ke pertahanan Belanda (nica) maka sejak tembakan itu Belanda tidak bisa masuk kedaerah Buay Haji. Setiap Belanda melewati front simpang Haji atau Buay Haji seakan-akan melihat lautan didepannya dan urunglah melanjutkan perjalanan. Bedil dan meriam tersebut didapat kemudian setelah perang pauh selesai melalui petunjuk dari alam gaib (petemun). Berdasarkan petemun itu dicarilah benda tersebut disekitar benteng pauh. Mula-mula ditempat yg ditunjuk dilihat seekor ular yg besar sehingga sipenerima tidak berani untuk mengambilnya. Berkali-kali petunjuk itu diberikan akhirnya diberkahi (dipinta) atau disedekahi. Setelah selesai dengan menggunakan kain putih, ular tersebut diterpa maka ular tersebut berubah menjadi Bedil Pusaka. Pelor (anak dari bedil) dan meriam itu bisa di tembakan beberapa waktu kemudian kembali lagi, antara lain melalui petemun juga (pemberitahuan). Menurut dengan riwayat Bedil dan Meriam itu pemberian dari alam gaib (sang hiang rakian sakti) yg maksudnya supaya digunakan untuk perlawanan terhadap Belanda pada saat itu.
Kemudian pada akhirnya penyerahan kedaulatan terhadap Kapten Dani mensteling letda Asnawi Mangku Alam sehingga yg bersangkutan lari menyerahkan diri pada Belanda, penyerbuan itu (steling) disebabkan Asnawi Mangku Alam dan kawan-kawannya memeras, menindas rakyat haji dengan mengumpulkan hasil bumi kopi dengan paksa untuk kepentingan pribadi mereka dan setiap orang dicurigai tanpa di adili dipotong (dipancung) dan sebagainya dilikuan sembilan. Rakyat buay haji sangad menderita serba salah berjuang ataupun tidak, padahal dengan melalui bedil pusaka itu pada hakekatnya rakyat buay haji mempunyai jasa terhadap negara.
Selesai perang Pauh laskar ditahan Belanda ditempatkan di Desa Tanjung Raya sekarang, sedangkan Tanjung Jati berada di seberang sungai tahun 1875. Tiga hulu balang dari sukarami di bawa belanda ke kalimantan untuk ikut memadamkan pemberontakan Banjar dengan syarat setelah selesai mereka dipulangkan (dibebaskan) tiga hulu balang tersebut dijuluki Layang Negeri, Gimbar Batin dan Layang Batin. Selain tiga hulu balang itu ada empat hulu balang yg dibawa Belanda ke Banjar tetapi mereka meninggal dunia di sana. Ratu pemanggilan tersebut bernama Kaya. Pada zaman Si Kuncet Besi ada Ratu Pemanggilan yg tidak kalah kesaktiannya dengan Ratu-Ratu kemudian di juluki Pemanggilan 1 (belangan) Ratu pemanggilan kira-kira zaman Pangeran Sang Aji Malihi berjuluk Ratu Kubu Sawangan yg telah menghilang. Putra dari Supartung di Haji (aji sai) adalah pangeran Hujan Terima Sakti dan pangeran Sang Aji Menang. Kemudian harinya atas perbuatan Pangeran Banyak sangat disesalkan oleh Ria motor adik beradik. Karna perbuatannya dianggap baik maka pangeran Banyak bersedia menyerahkan kedudukannya Pangeran pada Ria motor, tetapi beliau tidak bersedia menjadi pangeran Belanda. Akhirnya Pangeran Banyak menawarkan akan memelihara putra Ria Motor (Jamil) dan Jabatan pangeran akan diserahkan pada Jamil tersebut, tetapi Ria Motor tidak percaya hal ini terbukti di kemudian harinya bahwa kedudukan Pangeran (Pasirah/Regent Schap) terpaksa direbut oleh Rebudin putra Pangeran Banyak sungguhpun hanya Pasirah saja. Setelah Jamil dewasa Banyak mencarikan gadis untuk istrinya, tetapi Ria Motor ayah kandung Jamil tidak menerimanya.
Maka untuk menghilangkan pertentangan, gadis carian Ria Motor dikawini pula. Sesuai dengan adat raja-raja maka istri carian ayahnya berkedudukan Ratu (melahirkan putra mahkota) jadi istri-isteri Jamil tersebut bergelar (Amai) Ratu Banjar dan Banjar.
Kerajaan Tanjung Jati (Saka Aji) sejak membebaskan diri /mereka sebenarnya tidak pernah dijajah Belanda. Pada perang Pauh itu Pangeran Banyak juga mengadakan perjanjian supaya Pangeran Jimat di gantung sebagai penghianat.
Dalam tahun 1907 semasa Pangeran Jamil Martabaya VII masih berumur kira-kira 6 tahun, beliau berjalan dengan bapaknya Kidul/ Abu Bakar. Tiba-tiba beliau melihat suatu benda berkelap-kelip kena sinar matahari turun kebawah. Asal mulanya sebesar ringgit kian lama kian besar akhirnya tegaklah seorang Haji sambil berdiri lalu tersenyum Haji tersebut melihat beliau tiba-tiba menghilang dari pandangan. Dengan heran beliau menanyakan masalah ini pada Bapaknya di manakah Haji tersebut. Sambil menunjuk tepatnya berdiri. Tidak tau karena orang tua itu tidak melihat kalau depan mereka ada orang. Atas kejadian tersebut Kidul/Abu Bakar menyatakan yg turun tersebut adalah Nabi Khaidir As (Sang Hiang Rakian Sakti / Pangeran Surya Negara) peristiwa gempa bumi tahun 1933 di sumatra bagian selatan (sekitar Danau Ranau) adalah suatu peringatan (penggugah) dari Naga Sakti/Nabi Khaidir As (Aji Saka/Sang Hiang Rakian Sakti).
Tidak heran kalau rakyat setempat pada waktu itu mengatakan bahwa gempa di lakukan oleh Ular besar (Naga Sakti). Kejadian itu sifatnya mengingatkan pada hukum inti keTuhanan dan penurunan kembali hukum itu tak berapa lagi.
Pada zaman Wilhelmina pernah terjadi peperangan antara Belanda dengan Jerman (1939) suatu ketika dilihat oleh Belanda ada orang terbang di udara memberikan bantuan pada pasukan Belanda. Setelah orang tersebut di tanya, maka yg bersangkutan memperkenalkan dirinya berasal dari Haji (Saka Aji) Indonesia. Kemudian diperintahkannya Wilhelmina untuk menyelidiki orang tersebut di Haji (Saka Aji).
Datanglah utusan Belanda kesana, tidak lain yg mereka tuju adalah makam (ciri) Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Surya Negara. Orang belanda diiringi oleh keturunan beliau dari Desa Tanjung Raya (Saka Aji) antara saudara Mansur B, Kasim, tiba-tiba sewaktu akan menyeberang sungai kecil (2 meter) lebarnya dan dalamnya batas lutut orang-orang Belanda tersebut berenang seakan-akan menyeberangi lautan. Akhirnya mereka minta pulang saja karena anggapan mereka lautan tersebut tidak keseberangan.
Selanjutnya bahwa seorang dukun wanita (ahli kebatinan) di bogor pernah memanggil saudara Anwar Armada peranteraan utusanya. Pada waktu itu saudara itu bertugas sebagai Letnan II zeni AD. Saudara itu tidak pernah mengenal dukun itu sebaliknya yg bersangkutan mengenalnya sebagai orang/berasal dari Haji (Saka Aji). Setelah saudara itu di panggil memenuhi panggilan dalam percakapan saudara tersebut menanyakan apakah dirinya keturunan dari Banten. Dukun tersebut permisi pergi kedalam sebab akan melaksanakan sholat (Hajat) dulu. Setelah keluar lagi lalu memberikan segelas air yg manis rasanya, sesudah diminum tiba-tiba dukun tersebut sujud dilutut saudara itu, sambil menyatakan bahwa beliau adalah keturunan dari kepala mereka (Raja Alam Gaib/ahli kebatinan), yg oleh orang Jawa umumnya menyebut Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Surya Negara adalah kepala keramat seluruh Majapahit dahulu/nusantara.

Prabu Muda Menuntut Palembang

Waktu Demak runtuh datanglah seorang pegawai tinggi dari sana ke Palembang, beliau mendirikan kesunanan Palembang itu di dengar Pangeran Pulun (prabu muda) beliau pergi ke Palembang menuntut daerah tersebut dari sunannya (1575). Daerah tersebut tadinya daerah Aji Sai yg telah di rampok Cina/Malaka dari Skandar Alam (penguasa dari Saguntang/Aji Sai) 1435. Sunan Palembang mengaku bahwa dia berhak atas daerah itu karena pernah dibawah kekuasaan Demak, sebenarnya dikuasai oleh Aji Sai yg waktu itu daerahnya bernama Jaya Abadi. Sunan Palembang tidak tau (pura-pura tidak tau) bahwa yg menguasai daerah itu adalah Raja Aji Sai. Setelah mengetahui hal ini, akhirnya Sunan Palembang mengajukan perdamaian dgn ketentuan/perjanjian bahwa mereka berdua saling mengakui kedaulatan masing-masing atas daerahnya yakni Sunan menjadi Raja di daerah Ilir (kira-kira daerah musi dan banyuasin sekarang) dan Prabu Muda tetap menjadi Raja di sebelah Ulunya (Jaya Abadi). Dalam tahun 1673 Kedemangan Palembang Darussalam diserahkan /di kembalikan Sultan Mataram (jawi) pada wakil Rajanya (Adipati Danureja) Pangeran Ratu Senopati di Tanjung Jati yg waktu itu oleh Mataram di namai daerahnya Komering. Daerah komering kira-kira daerah keresidenan (Resident) Palembang dahulu dengan skala berak (krui). Setelah di mataram terjadi kekacauan daerah kademangan Darussalam bangkit menjadi Kesultanan lagi, komering (sebelah pedalaman) tetap merdeka dibawah kekuasaan Baginda Agung tahun 1714 barulah dibawah pangeran Mas Lebung tahun 1778 seluruh komering dikuasai oleh Sultan Badarudin. Dalam rangka memadamkan sejarah/kejayaan Aji Sai (Jaya Abadi Komering)maka sultan Palembang mengabadikan Komering menjadi nama sungai komering sekarang yg dahulunya menjadi Sungai saka lanjutan dari way saka di ulu muara selabung (kota muaradua sekarang). Nama komering sebenarnya adalah nama seorang Hulu Balang (Bala) Sang Hiang Rakian Sakti dengan julukan Komering Raja Ngaruntak yg makamnya ada di Muara Selabung (Muaradua sekarang). Diantara Hulu Balang Sang Hiang Rakian Sakti ialah Sapurantau makamnya di Saka Tiga (Oki sekarang). Pada masa mataram menduduki Daerah Haji (Saka aji) maka pasukan mataram yg kembali ke Mataram/Jawi menyebut diri mereka sebagai Haji Mataram. Dahulu sewaktu Banten menguasai Jaya Abadi orangnya yg ada di Jaya abadi juga menamai diri mereka Haji Banten setelah mereka pulang ke daerah Jawa. Pasukan yg menyebut dirinya Haji Mataram dan Haji Banten telah mengetahui siapa sebenarnya Sang Hiang Rakian Sakti sebagai sesepuh di Alam nyata dan gaib dari wilayah Majapahit dahulu. Hanya saja sultan yg bersangkutan tidak mengakui secara nyata karena masih di pengaruhi hawa napsu dunia. Namun demikian Sultan Mataram (jawi) masih mengakui Raja-Raja Haji Sakti (aji sai) adalah keturunan Prabu Majapahit (Piagam Jawi/Mataram) tahun 1115 Hijrah (1703 masehi).

Ratu Adil

Adat perpaduan dibentuk abad ke 17 (kira-kira tahun 1648) oleh empat Buay, Buai Munyai (Unyai), Minak Trio Disou si Way Abung, Buay Munyi (Unyi) Minak Ratu di gunung sugih. Buay Muban(uban) di Way Batang Hari dan Subing (Ubin) di Terbanggi/Labuhan Meringgai. Adat pepaduan ini masih ada pengaruh hindu/budha dan diadakan di Goa Abung (Kubu Tanah) di kota batu (ranau) dekat perbatasan Buay Ubin. Disana masih ada batu (korsi) 5 buah sidang tersebut. Adat perpaduan ini di bentuk prakarsa dari saka aji (haji). Pangeran Sang Aji Malihi yg waktu itu berada didaerah pedalaman Lampung sekarang dalam kuasanya. Pada suatu saat ketika sidang akan dilakukan, Pangeran Sang Aji Sai Malihi terlambat datang karena beliau terlebih dahulu menjemput adik angkatnya Bulan (putri Bajau Sakti/Raja Junggut) di kenali/pesagi untuk di ajak kesana.
Tepat waktu sidang diadakan baru datang Ratu Adil (Pangeran Sang Aji Malihi) dan perempuan adik angkatnya bulan. Lalu bulan bertanya sidang apakah ini????. Bulan tidak di kenal oleh ke empat Buay (utusan) lainya. Dan dijawab untuk membentuk Adat. Ke empat bersaudara melihat Bulan merasa tertarik sehingga sidang dibubarkan karena terjadi keributan antara mereka. Untuk mengatasi keributan itu maka Ratu Adil memutuskan bahwa Bulan dijadikan adik bungsu(angkat) dari mereka. Setelah mereka meninggalkan daera Goa Abung menyebarkan adat tersebut ke daerah pedalaman Lampung sekarang. Buay munyai pada puluhan tahun hanya mengetahui bahwa sidang adat pepaduan hanya diadakan di daerah Munyai. Sebagai Raja Hukum, Pangeran Aji Sai Malihi di juluki Ratu Adil.
Buay Bulan (Magou Pak Tulang Bawang) permulaan abad ke 17 (kira-kira 1648) suaminya adalah Minak Seng Aji (dari bugis) yg julukannya diambil dari kakak angkatnya yaitu Pangeran Sang Aji Malihi (Ratu adil). Empuan Piyo adalah keturunan Buay Bulan di Buay Aji (Tulang Bawang Tengah). Makam Sang Aji/Bulan ada di belakang Camat Bawang/menggala.
Diantara keturunan Raja Junggut (Bajau Sakti) adalah di Kayu Agung turunan Abung Bungmayang dari keturunan Mokudum Muter di Marga Abung (Selagai Kunang/Abung Barat sekarang).
Minak Paduka Bagaduh tewas oleh kepala perampok Raja di laut. Putra-putra Minak Paduka Bagaduh mengadakan pertahanan, munyai di Way Abung /Way Rarem. Munyai di Way Seputih, Muban (suaminya) di Way Batang hari dan Subing di Way Terusan. Subing telah membalas dendam ayahnya dengan membunuh kepala perampok itu.
Minak Paduka Bageduh makamnya di Canguk Gateak (Ulok Rengas) Kecamatan tanjung raya Bukit kemuning.
Daerah 5 buay dan buay -buay lainya di Lampung sekarang, kecuali lampung sebelah selatan dan bengkulu sebelah utara bertakluk kepada Saja Aji Sai tahun 1640 (pangeran Sang Aji Malihi). Minak Maselem dari way munyai putra minak paduka (Ratu Gajah) bergabung dengan Banten(1680) karena terjadi perselisihan di antara cucu Minak bedeguh.

Skala Berak atau Pesagi

Dalam sejarah Indonesia Raden Patah tidak di sebut tidak dikenal dari mana asalnya, hanya diketahui dipelihara oleh Ario Damar dan pernah menjadi Bupati di Palembang, tetapi didalam buku sejarah lain Raden Patah dikenal pula adalah keturunan Prabu Majapahit. Semua keterangan diatas adalah benar, hanya bedanya Raden Patah itu sebenarnya dipelihara oleh Prabu Majapahit dan bukan keturunanya, semasa Sang Hiang Rakian Sakti menjadi raja di Haji Sakti (Aji Sai) kemudian harinya disangka oleh orang pesagi beliau adalah putra yg dibawa Putri Si Darah Putih (permaisuri Ratu Pesagi), padahal yg sebenarnya putra itu adalah Raden Patah.
Disamping timbulnya Negeri Seriwijaya di seguntang kemudian hari timbul pula negeri Skala Berak (Oesagi) malahan timbul lagi Keratuan Pemanggilan. Baik nama Sekala Berak maupun Pemanggilan hakekatnya mengabadikan/mengingatkan Naga sakti di Pusaran laut /Putaran Tasik/Danau Ranau atau Aji Saka (Si Pahit Lidah) yang turunnya hakekatnya di panggil (pantau) oleh rakyat /situasi hukum pada saat itu. Skala Berak kiasan dari Danau Ranau sebagai laut selebar tudung. Kemudian hari setelah terjadi pemberontakan dikeratuan Pemanggilan (pesagi) tahun 1420 maka permaisuri Raja serta Putranya yg masih kecil bersuaka ke Prabu Majapahit (Wikrama Wardhana) selanjutnya menjadi adik angkat dari Sang Hiang Rakian Sakti dan Naga Berisang (patih Anom). Permaisuri itu berjuluk Putri Si Darah Putih, putranya Raden Patah. Setelah Putri Si Darah Putih dan Naga Berisang menjalankan ekspedisinya ke sumatera mewakili Sang Hiang Rakian Sakti /Pangeran Surya Negara, Raden Patah dipelihara oleh Prabu Kartawijaya, selanjutnya dipelihara Ario Damar di Palembang. Raden patah setelah pernah menjadi Bupati di Palembang beliau kembali ke majapahit. Suatu ketika terjadilah huru hara di Majapahit dan pergilah beliau kesuatu tempat, disana mendirikan pemukiman (Desa) yg kemudian diberi nama Demak. Raden Patah diangkat kembali menjadi Adipati Demak tepat waktunya (tahun 1478) dengan runtuhnya majapahit oleh Kediri, yg berarti bahwa Raden Patah Adipati yg angkat majapahit bukan Kediri. Sebagai seorang Islam tidak layak Senopati menghianati Demak dan mendirikan Kesultanan Mataram, malahan menganggap dirinya "Gung Binathara Bau Dhenda Nyakrawati" padahal ia adalah manusia biasa. Senopati mengaku dirinya keturunan Prabu Majapahit dalam rangka menghalkan tindakannya meruntuhkan Demak, karena dianggapnya Raden Patah bukan keturunan Prabu Majapahit dalam arti kata, yg berhak menggantikan kedudukan.
Majapahit (penerus) ialah Senopati/Mataram sendiri. Putri Ratu Pesagi berjuluk Bidadari Angsa adalah Permaisuri Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Surya Negara yg besar kemungkinan adalah saudara sepupu dari Putri si Darah Putih. Dalam tahun 1602 Jaya Abadi (Aji Sai) bertakluk pada sultan Banten sampai terjadinya pemberontakan Tanjung Jati (Saka Aji) ke 2 tahun 1640.

Sumpah Supartung

Supartung kira-kira tahun 1465 Masehi datang dari Pulau Jawa menemui Prabu Surya Negara (Sang Hiang Rakian Sakti ) di Haji Sakti yang mana ia mengaku anak yang ditinggalkan pergi oleh Prabu Surya Negara semasa kecil. Prabu menanyakan pada Supartung hal ihwal ibunya, keadaan mahligai ruang tidur, dapur, kucing dan sebagainya untuk membuktikan apakah benar ia anak yang ditinggalkan itu. Semua Pertanyaan Prabu di jawab Supartung dengan tepat, malahan ia dapat menunjukan Patung Kodok terbuat dari emas sebagai permainan semasa ditinggalkan itu. Selaku orang yang sakti mandraguna lagi bijaksana, benar atau tidaknya anak yang ditinggalkan itu, maka diakuilah oleh Prabu ia anak tersebut, hakekatnya adalah anak angkat. Untuk itu supartung harus mengangkat sumpah bahwa ia dan keturunannya tidak diperkenankan untuk menjadi raja di wilayah kuara raja-raja Haji Sakti, bila masih dilakukan ia dan keturunanya akan kena kutuk dan sebagainya. Putra-putra Prabu Surya negara di haji sakti tidak tahu bahwa beliau ada anak di Jawa, sebenarnya beliau tidak ada anak di Jawa, itu hanya pengakuan supartung dan yang di tinggalkan beliau adalah Raden Patah Putra adek angkatnya Putri Si Darah Putih permaisuri dari raja/ratu pemanggilan (pesagi) yang bersuaka ke keraton Maja Pahit. Setelah terjadi persumpahan Supartung, pangeran Jaya Negara putra sulung dari Prabu Surya Negara di Aji Sai merasa berkecil hati, maka beliau akan pergi jauh . Melihat keadaan itu adik-adiknya menangkap pangeran Jaya Negara (menahan) dan terpeganglah pangkal pedang, sedangkan sarungnya terpegang oleh Pangeran Jaya Negara. Mereka tarik menarik dan setelah pedang itu tercabut Pangeran Jaya Negara tetap membawa sarung pedang saja, mereka pergi kedaerah pasamahan (Tanjung Raya Pagar Alam) tahun 1465. Beliau disana cukup lama karena daerah itu masih kuasa dari Aji Sai.
Beberapa tahun kemudian terjadilah pemberontakan yang dipimpin oleh seorang sakti ditempat tersebut pertempuran terjadilah antara kedua belah pihak sehingga bergelimpanganlah pengikut-pengikut mereka. Akhirnya kepala sipemberontak dan pangeran jaya negara bertarung satu lawan satu. Mereka bertarung sangat lama sekali namun belum ada yang terkalahkan. Pada suatu saat Pangeran Jaya Negara tiba-tiba dengan tepat menancapkan keris saktinya, tetapi sebelum kepala pemberontak roboh tiba-tiba kerisnya menikam pangeran jaya negara akhirnya beliau mati pula menimpa lawannya. Setelah pangeran jaya negara dimakamkan pengikut beliau membawa keris sakti itu ke Bindu (ogan ulu). Kemudian diketahuilah kematian pageran jaya negara oleh salah satu adiknya dan pergi kemakam Pangeran Jaya Negara di Tanjung Raya Pagar Alam. Sesampainya disana, melalui suatu benda berupa guci kecil diletakan diatas makam dapatlah adiknya berbicara dengan roh Pangeran Jaya Negara.Dari sana adiknya mengetahui bahwa keris sakti itu ada di Bindu Ogan Ulu. Dalam pergi ke Bindu adiknya bermalam disuatu pondok penganten baru, beliau dipersilakan tidur diatas pondok sedangkan kedua penganten itu tidur dibawah pondok. Ditengah malam kedua penganten itu mendengar adik pangeran jaya negara itu berbicara sendirian, tetapi sebenarnya beliau berbicara melalui guci tersebut. Mendengar itu kedua penganten ketakutan dan malam itu juga lari kedesanya lalu menceritakan pada penduduk kejadian tersebut. Setelah pagi harinya orang desa datang kesana tetapi adik pangeran Jaya Negara telah tidak ada lagi. Didesa Bindu bertemulah beliau dengan pemegang keris, diceritakan hal ihwal Pangeran Jaya Negara, adiknya meminta izin melihat keris dan kebetulan sekali gagang keris ditunjukan padanya dengan cepat sekali keris dicabut dan beliau terus lari hingga sekarang tidaklah diketahui siapa adiknya itu dan dimana keris tersebut berada, sedangkan sarung keris masih ada sampai sekarang di Bindu Ogan Ulu.

Pantauan Pusaka

Aku tahu siapa kau Digerakan Tuhan Maha Suci Kini......... aku dihinggapi panas. Panas.......panas......dahaga menjelma. Harapan .........Kau turun. Panas........Dahaga batin terobati. Kau...........Pusaka sepanjang zaman. Pusaka pengobat.......Derita batin.
PENJELASAN
Puisi/tembang pantauan terhadap Sang Hiang Rakian Sakti oleh rakyat Nusantara (Aji Sai) maksudnya dipantau oleh situasi hukum/politik di Nusantara (Maja Pahit) yang telah diperinatakan (peringatan pendahuluan) dengan berbagai peristiwa/pertanda di zaman yang lalu antara lain ramalan adanya Ken Dedes dan ramalan Prabu Jayabaya dan sebagainya
HAKEKAT PANTAUAN
1. Pantauan terhadap Sang Hiang Rakian Sakti atau HIK (falsafah jaya sempurna).
2. Dikiaskan : Sang Hiang Rakian Sakti dipantau. Supaya turun dari bumbungan matahari (Haribaan Tuhan Yang Maha Esa) untuk memperadap manusia dengan hukum Peradapan itu yang pernah diturunkan oleh beliau sebagai Aji Saka (Si Pahit Lidah), pantauan ini telah dilaksanakan rakyat di Pusat Kerajaan Aji Sai (Haji Sakti) yakni diadatkan dalam berbagai upacara adat (memperingati dan sebagainya), atau upacara khusus (memantau) memohon kedamaian antara lain Sabung Hiang. Pantauan dilaksanakan dengan tembang-tembang /pantun-pantun (nderas) dan sebagainya, disertai kelintang (gamelan) dengan lagu (irama) khusus untuk itu. Pantauan merupakan tradisi rakyat Pusat Kerajaan Aji Sai terutama sejak masa beliau sebagai aji saka (si pahit lidah)
3. Pantauan untuk perorangan (khususnya masyarakat Buay Haji) yang maksudnya mohon perlindungan dan sebagainya dari sang hiang rakian sakti/Pangeran Surya Negara/(Nabi Khaidir as) dengan cara :

a. Niat, mantra dan doa.
b. Sambil mengucapkan itu dan memohon, yang bersangkutan berdiri diatas kaki kiri menghadap matahari hidup(timur)
c. Hakekat berdiri diatas kaki kiri, menghadap pada Tuhan Yang Maha Esa melalui Nabi Khaidir as (Sang Hiang Rakian Sakti) sebagai manusia tunggal (satu-satunya mengemban tugas Tuhan Yg Maha Esa sepanjang Zaman (sampai hari kiamat.
d. Umumnya cara ini dilakukan karena keadaan mendesak.

Sabung Hiang merupakan kiasan perkelahian (pertarungan) antara Aji Saka (Si Pahit Lidah) dengan Prabu Niska (Si Mata Empat) yang mengandung unsur (hakekatnya) beradu kesaktian. Kesaktian asli dari Tuhan Yang Maha Esa dan kesaktian ciptaan manusia biasa (Zolim/Iblis). Jadi Sabung Hiang mengkiaskan (tersirat) bah a pertarungan antara Hukum kebenaran (HIK) dengan Hukum buatan manusia biasa.

Riwayat Haji Abdullah

Pada suatu ketika Haji Abdullah telah membunuh seseorang disuatu perkelahian dengan tidk sengaja, karena takut kena tangkap dan penuh penyesalan yang bersangkutan lari dan sampailah kepinggir pantai (Muara Sungsang) ?. Ditengah laut dilihatlah ada kapal lewat tidak jauh dari pantai. Dengan tekad yg habis berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa beliau berenang/terapung-terapung ditengah laut, maka nakhoda kapal mengangkat terus membawanya kedaratan Semenanjung Melayu.
Menurut setengah riwayat berjalan diatas laut menuju kapal. Dengan tekad yg bulat Haji Abdullah pergi berjalan kaki menuju Tanah Suci Mekkah. Disuatu padang pasir disana beliau diserang pasukan perampok tanpa sebab dipenggallah lehernya. Mungkin hal itu terjadi karena perampok penasaran tidak menemui harta pada dirinya. Haji abdullah cukup sadar (mengetahui) bahwa kepalanya telah terpisah dengan badannya. Setelah para perampok pergi tiba2 atas izin Tuhan Yang Maha Esa kepala beliau tersambung kembali sehingga hidup kembali dan timbul keheranan pada diri beliau.
Pada saat dipadang pasir juga, jauh dari tempat musibah, tiba2 terdengar suara dari atas langit memanggil namanya. Dengan merasa heran dan tak melihat rupa sipemanggil maka beliau meneruskan perjalanan ke Mekkah.
Seusai menjalani naik haji,maka terasalah bahwa dirinya telah menjadi wali Allah, maka teringatlah beliau bahwa yg memanggil namanya sebenarnya adalah Nabi khaidir as, (aji saka/sang hiang rakian sakti). Rupanya selama dalam perjalanan ketanah suci senantiasa dibayangi Sang Hiang Rakian Sakti. Adapun Haji Abdullah berasal dari desa Sukabanjar dan kawin atau semenda pada keluarga keturunan Raja Aji Sai di desa tanjung raya.
Sepulangnya beliau ke Tanjung Raya, lama sekali barulah masyarakat mengetahui bahwa beliau telah menjadi Wali Allah.
Suatu ketika Suatu mesjid di Desa Tanjung Raya (Saka Aji) para hadirin mengajukan permintaan untuk membuktikan apakah benar2 beliau itu seorang wali Allah. Masyarakat mengajukan usul supaya beliau mengambil buah korma dari mekkah dan membawanya kesananya. Dengan sekita beliau menghilang dari pandangan seperti halnya seorang Wali Allah dan dalam sekejap saja kembali menyerahkan buah korma dari mekkah . Sejak itu percayalah masyarakat disana bahwa beliau telah menjadi Wali Allah, malahan setiap jumat beliau sembahyang di mekkah (MasjidilHaram) .
Kemudian harinya disaat beliau berpulang pada hadirat Allah beliau berpesan supaya tubuhnya dimakamkan didesa Sukabanjar, tetapi masyarakat desa Tanjung Raya tidak melaksanakanya, sewaktu kuburannya digali dan tubuhnya akan di kebumikan, maka tiba2 keluar air dari dalam lubang kuburan, terpaksa kuburan baru digali lagi, tetapi keadan sama, setelah beberapa kali kuburan baru digali tetapi masih tetap sama , maka akhirnya tubuh beliau dimakamkan didesa Suka Banjar sesuai pesannya.
Khususnya di Cirebon, Naga Sakti/ Nabi Khaidis As, dikenal sebagai Aji Saka yang pernah memberi pernyataan bahwa Nabi Isa, bahwa 600 tahun sejak waktu itu akan muncul Nabi Akhir Zaman, malahan beliau pernah menjelma (menyamar) sebagai sinterklas, memberi peringatan kepada umat nasrani supaya hidup dengan rasa kasih sayang jika ingin hidup/menjadi manusia mulia (Jaya) dan sempurna ai akhirat hanya saja umat itu salah menafsirkan.
Dengan adanya pernyataan Nabi Khaidir As (Naga Sakti/Aji Saka) itu beliau telah mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW lah yang dapat memberi petunjuk dimana beliau berada (bersemayam) yg mengemban tugas memperingatkan manusia pada H.I.K. (Falsafah Jaya Sempurna) sepanjang zaman. Jadi pada hakekatnya Nabi Muhammad SAW telah menunjukan Zaman bahwa H.I.K itu akan turun kembali di tempat semula.
Ramalan mengenai Kendedes pada hakekatnya dorongan Nabi Khaidir As (aji saka) dalam rangka penurunan kembali H.I.K melalu keturunan Kendedes yg akan menggali H.I.K itu. Malahan Nabi Khaidir As (Aji Sai) sendiri turun sebagai Santy/Sang Hiang Rakian Sakti melalui keturunan Kendedes itu yakni Hiang Wekas Ing Suha (Hiang Jagad Prabu) dan putri Raja Kediri Wirabumi.
Ramalan Prabu Jaya tak obahnya seperti ramalan Kendedes, menjurus mengingatkan H.I.K (Falsafah Jaya Sempurna) dan tempatnya (kesatuan Nusantara). Dalah hal ini bahwa H.I.K itu memang berlambang Matahari (cahaya kehidupan). Jadi tidak heranlah jika bangsa Jepang menganggap bangsanya adalah sebangsa dengan Indonesia/Nusantara (Asia Timur Raya). Sebagaimana terurai diatas (Bentuk KePercayaan) bahwa kepercayaan daerah Sengang/Sekalom (Nusantara) adalah kepercayaan pada Nabi Khaidis As /Naga Sakti sebagai raja Alam Gaib /Dunia yang hidup sampai Hari kiamat dan selanjutnya disebut Masyarakat setempat (antara lain Lampung Sekarang) dan suku sunda dengan nama Sang Hiang Sakti, raja khayangan(Alam Gaib/Dunia) atau "Gung Binathara Bau Denda Nyakrawati". Jadi kebudayaan Naga Sakti /Matahari (Falsafah Jaya Sempurna) telah berpengaruh sebelum abad 1 Masehi pada Bangsa Jepang yang mengabadikan Falsafah Jaya Sempurna/Matahari sebagai lambang Bangsanya. Dewa Amaterazu Omikami yg disebut bangsa Jepang itu pada hakekatnya adalah Nabi Khaidir as/Naga Sakti, setidak-tidaknya Omikami penganut utama Sang Hiang Sakti atau Dewa Matahari menurut istilah Jepang. Hanya saja ajaran-ajarannya telah banya perubahan karena pengaruh zaman, tetapi intinya tetap berkiblat pada matahari (cahaya kehidupan) atau raja alam gaib/Dunia.
Ramalan Prabu Jayabaya mengenai akan datang Perang Bharata Yuda sangat erat hubungannya dengan HIK (Falsafah Jaya Sempurna) karena Peristiwa itu dititik beratkan di jawa(Nusa Kendeng) di tempat mana Prabu Niska (Si Mata Empat) lari (Melayu) bersama pengikutnya dan menurunkan agama Hindu/Hukum kastaisme di Nusa Kendeng (jawa) tahun 78 masehi. Mengenai waktu zaman apa datanya Perang Bharata Yuda itu telah di sinyalir oleh Nabi Muhammad SAW dengan petunjuk terurai diatas. Bukankah orang cina adalah komunis mirip kezoliman/kastaisme. Maka jelaslah laten komunis dan kaum totaliter/Liberal gaya baru yang menjadi penyebab perang Bharata Yuda dalam perang itu mereka tidak kenal lawan dan kawan lagi. Jadi sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW itu bahwa sebagai wasit dalam perang Bharata Yuda dan lain-lain adalah Nabi Khaidir as (Naga Sakti/Aji Saka/ Sipahit Lidah/Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Surya Negara) yakni Hukum Inti Ketuhanaan (Falsafah Jaya Sempurna) yang akan di gali dari tenggelamnya pada tahun 80 masehi.
Sesuai dengan kedudukan Nabi Khaidir as /Naga Sakti sebagai memperingatkan manusia, maka petunjuk Nabi Muhammad SAW itu dan ramalan Prabu Jayabaya berkaitan satu sama yg lain mengenai situasi dunia saat ini, hanya saja karena HIK itu nabi Khaidir as/Naga Sakti bersemayam di pusan laut/putaran Tasik (Nusantara) maka titik penurunan kembali HIK itu di wilayah beliau sendiri yg tujuannya tetap untuk dunia /manusia yg pada umumnya sekarang sama ahlak/sewatak/perilaku dengan kaum zalim serta berbagai bentuk/fariasi gerak tindaknya.
Seperti kita ketahui semua perbuatan Nabi/Rasul adalah gerakan dari Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai tujuan mengenai sesuatu sungguhpun untuk masa umpama 1000 tahun yang akan datang atau perbuatan dan sebagainya wajib di contoh/diketahui. Untuk mengetahui itu,
semua yang dimaksud harus ditafsirkan dengan dasar jiwa ketuhanan.
Tidak ada perbuatan Nabi/Rasul (Aulia Allah) yg tidak baik atau bertujuan tidak baik. Demikian juga halnya Nabi Khaidir as (Naga Sakti/Aji Saka/Si Pahit Lidah) yg hidup sepanjang zaman dan mengemban tugas Tuhan Yang Maha Esa untuk memerintahkan manusia pada HIK (falsafah jaya sempurna) untuk manusia hidup bermasyarakat yg pada hakekatnya beliau adalah Rasul Sepanjang zaman. Dengan adanya persumpahan (pertanda) pohon maja dimana Aji Saka /Si Pahit Lidah akan muncul menurunkan kembali HIK itu yang kedua kalinya di Nusantara sebagai manusia suci/Rasul sepanjang zaman maka nabi khaidir as (naga sakti/aji saka) tetap akan menurunkan HIK di tempat semula dimana beliau sepanjang zaman bersemayam dan tetap hidup dalam kesucian.
Peristiwa saka tenggelam mempunyai makna yg tersirat bahwa akan diturunkan kembali HIK dizaman yg akan datang melalui keturunannya, hakekatnya di gali/penggalian. Peristiwa itu di latar belakangi karena HIK dihianati disebabkan bahwa masyarakat setempat kembali menjadi manusia biadab. Kerukunan dan damai telah di obrak-abrik yg titik beratnya bahwa kesejahteraan zohir dan batin tergoyah.
Di pandang dari segi ketuhanan bahwa cirinya bahwa manusia tidak hidup dalam kerukunan
dan damai adalah tergoyahkan kesejahteraan zohoir dan batin karena senantiasa /semata-mata bertujuan hidup duniawi saja saling gontok-gontokan dan sebagainya, karena jiwa yg tidak tentram dan selalu berperang batin tidak terdapat lagi ilmu (hukum/politik) untuk membina kesejahteraan batin itu. Segala sifat peperangan zohir dan batin adalah ciri2 manusia biadap dipandang dari Ketuhanan (Nabi Khaidir as/Aji Saka), yang utama sekali demi kerukunan dan damai harus membina /membangun kesejahteraan batin (ahlak/watak/prilaku) sebagai tujuan hidup. Dengan penghianatan kaum zalim itu, maka demi kesucian HIK disimpan dahulu (tenggelam) oleh Nabi Khaidir as (Naga Sakti/Si Pahit Lidah) untuk zamannya di gali kembali oleh keturunannya (penggali) untuk di hidangkan kembali di tempat semula, tetapi dari keturunannya sebagai keturunannya sebagai Sang Hiang Rakian Sakti/Pangeran Suryj Negara nantinya. Sebelum diadakan hukum pada kaum zolim itu (biadab) dalam rangka screening telah diselamatkan terlebih dahulu sebagai generasi penerus HIK (falsafah jaya sempurna) yakni Kasih Jaya/Keluarga yg kemudian di restui Nabi Khaidir as (Naga Sakti/Aji Saka/Sipahit Lidah) menjadi Raja Negeri Seriwijaya di siguntang. Nama Sriwijaya merupakan tugu/ mengabdikan baik HIK maupun Kasih Jaya supaya senantiasa diingat atau sebagai kompas untuk mengetahui HIK (falsafah jaya sempurna) di zaman datangnya.
Manusia di pandang dari segi Ketuhanan mahluk mulia dan sempurna tetapi yg berjiwa (hakiki ) kasih sayang yg digambarkan oleh Nabi Khaidir as (Naga Sakti/Aji Saka/Si Pahit Lidah) menjadi nama Falsafah Jaya Sempurna. Jadi raja kasih jaya dikiaskan dengan Raja Jayanan Jaya atau Seriwijaya. Di pandang dari segi landasan Negara maka Seriwijaya perobahan dari nama Falsafah Jaya Sempurna (HIK). Nama siguntang pertanda atau tugu sebagai kompas itu. Seguntang berarti, Se = Sang (Yang Mulia/Suci), Guntang = Tanda/Tugu, Guntang-Guntang = Pertanda, yang maksudnya bahwa dari bawah Guntang-Guntang itu akan timbul sesuatu yakni kebenaran Hukum (Falsafah Jaya Sempurna) yang telah tenggelam (Silam).
Sang Hiang Rakian Sakti di Juluki pula sebagai Raja Bahasa (Basa). Menurut riwayat pada suatu ketika beliau akan mencari seorang Permaisuri, untuk itu diadakan sayembara bahwa siapa yg bisa berbahasa Haji (Haji Sakti) pilihan akan jatuh pada yg bersangkutan. Berduyun-duyun Putri dari berbagai Negeri ikut dalam sayembara tetapi satupun tak ada yg pandai berbahasa Haji itu. Pada saat sayembara tiba2 muncullah seorang putri dari Pesagi (Skala Berak) yg keadannya berpenyakitan. Sang Hiang Rakian Sakti berdialoglah dengan putri tersebut agak lama, kemudian dinyatakan pilihan jatuh pada putri tersebut yg di juluki PUTRI BIDADARI ANGSA. Penyakit yg diidapnya dengan suatu kesaktian Sang Hiang Rakian Sakti sembuh dengan seketika. Dalam berdialog itu dilaksanakan dengan berbagai bahasa dan sangguplah putri tersebut melayani Sang Hiang Rakian Sakti berdialog. Hakekat bahasa Haji menurut Sang Hiang Rakian Sakti adalah bahasa yg terbanyak dikuasai rakyat, yg berarti semua bahasa itu bila berbaur melalui pergaulan antar suku, bisa timbul suatu bahasa tunggal sebagai bahasa persatuan. Berdasarkan sejarah ini bangsa menurut ilmu beliau adalah suatu kelompok manusia yang digolongkan serumpun bahasa bangsa menurut ketentuan ini tidak disebabkan oleh perbedaan kulit, golongan, agama dan lain-lain.

BATU NISAN MAKAM SANG HIANG RAKIAN SAKTI DI SAKA AJI

HILANG TAPI TAK HILANG

1. Aku tergantung tak bertali.........
2. Menempel tak melekat.
3. Mengambang tak karena alam
4. Di udara bebas kemana-mana ........, bukan benda alam
5. Apakah aku......tak dapat di jamah orang.
6. Kini ......Aku menghilang, tetapi ......Tak hilang.
7. Hanya petaruhku......Pusaka.....Ini.
8. Mohon di ingat.......sepanjang zaman.
NOTE
Puisi ini gambaran menghilangnya Sang Hiang Rakian Sakti, dan hakekat meninggalkan benda Pusaka (Cendana Sakti) sebagai pertanda Judul (Hilang Tapi Tak Hilang)

Adat Istiadat

Adat istiadat disebelah utara Kerajaan Saka(Aji Sai) telah lama dibentuk sejak berdirinya kerajaan tersebut . Pembentukan adat dilakukan oleh Tokoh-tokoh kerajaan dalam bimbingan Sang Hiang Rakian Sakti/Falsafah Jaya Sempurna. Daerah sebelah selatan (pedalaman Lampung Sekarang) adat belum dibina secara resmi karena sebagian besar penduduknya antara lain Suku Abung /masih membangkang terhadap agama islam /Sang Hiang Rakian Sakti padahal agama Islam tidak dipaksakan. Baru setelah kemudian hari mengetahui bahwa Sang Hiang Rakian Sakti / Pangeran Surya Negara sebenarnya leluhur mereka juga (Aji Saka), lagi pula permaisuri Sang Hiang Rakian Sakti berjuluk bidadari Angsa adalah Putri dari Ratu Pesagi, maka mereka kembali berasimilasi dengan pangeran Sang Aji Maliki (Agama Islam) yg pada waktu itu Pangeran ini adalah Raja Kerajaan Haji (Saka Aji) tahun 1640. Terbentuklah adat pepaduan yg dalam penasehatan/pengarahan oleh Pangeran Sang Aji Maliki, sesuai dengan kedudukannya sebagai Ratu Adil. Beliau tidak memaksakannya pada peserta sidang mengenai sesuatunya. Segala keputusan, khusu di tentukan oleh 5 (lima) peserta sidang kecuali beliau, yang berarti para peserta mempunyai hak suara yg sama /adil. Sidang perwakilan ini tidak akan terkesan/merasa paksaan dari anggota lainnya secara langsung maupun tidak langsung. Dan sistim persidangan yang adil itu dikhususkan atau dititik beratkan "hikmahnya yang diambil" dalam arti kata bahwa para peserta merasa rela terhadapan keputusan yang diambil karena persidangan telah dilaksanakan dalam suasana keadilan dengan berlandaskan (berpedoman) "segera penanggulangan sesuatu jika tidak baik atau di sangka akan berakibat tidak baik",sedangkan tujuan hidup manusia untuk mengabdi pada sesama manusia/Tuhan atau membina kerukunan dan damai. Dengan dasar ketentuan ini bila benar-benar di hayati, maka otomatis adil, makmur dan sejahtera zhohir bhatin akan terwujud. Bentuk persidangan dan lain-lain diatas adalah pengaruh dari kerajaan dari kerajaan Saka Aji/HIK (Falsafah Jaya Sempurna). Dalam tema/Persoalan pembentukan adat perpaduan dalam rangka menyesuaikan ala kadarnya kebudayaan masyarakat (pengaruh Budha/Hindu) dengan kebudayaan/hukum islam. Setelah adat pepaduan dibina, maka kelima peserta (buay) sidang menyebarkan adat tersebut kedaerahnya masing-masing

Pion dan Aulia

1. Aulia yg langsung di turukan Tuhan Yang Maha Esa (luhmahfus) setahu Nabi Khaidir As umpamanya terhadap Nabi Isa As, dan lain2.

2. Pion (aulia) yg besar kemungkinan penitisan dari Aulia2 zaman yg lalu (dialam gaib) /dunia antara lain Syekh Abdul Kadir Jailani setelah dibayangi, maka di bina sebagai wali Allah si Saka Aji Indonesia.

3. Pertanda penggugahan lainya, berlaku terhadap manusia biasa (diberi kundu) bahwa setiap perbuatan yg bersangkutan selama hidupnya merupakan gerak dari Tuhan Yang Maha Esa (Nabi Khaidir As) yg diarahkan sedemikian rupa supaya mendapatkan perhatian manusia (ditafsirkan) terutama yg menjurus kesoal Hukum Falsafah, antara lain Muhammad Ali Hanafiah, peristiwa penjajahan Jepang dan adanya Bung Karno, serta Khadist Nabi sebagai Petunjuk bahwa "carilah ilmu sampai ke negeri Cina".

Maksud pertanda penggugahan, utama sekali supaya manusia, khususnya manusia Nusantara senantiasa ingat pada kebudayaan/sejarah beliau antara lain H.I.K (Falsafah Jaya Sempurna) yg mana beliau bersemayam di pusaran laut/putaran tasik Danau ranau.
Umpama Nabi Muhammad S.A.W pernah berkata bahwa carilah Ilmu sampai ke negeri cina, sedangkan Cina itu bukan Umat Islam, jelas sekali bahwa perkataan Beliau tersebut mengandung arti sangad mendalam sekali yg semata-mata menjurus ke soal hukum H.I.K untuk manusia hidup bermasyarakat (kebudayaan Naga Sakti/Juru Selamat). Maksud untuk mengetahui H.I.K itu terlebih dahulu ada perhatian /penyelidikan kebudayaan Bangsa Cina. Tegasnya dari segala macam kebudayaan2 bangsa2 antara lain Kebudayaan Cina itu segala "sesuatu yang baik" bagi manusia dapat digali (dikristalisasi) sehingga akhirnya menjurus ke H.I.K (Falsafah Jaya Sempurna).

Rabu, 14 September 2011

Kepercayaan sebagai pemusatan ilmu Kebhatinan

Roh tunggal (manusia) sebagai tempat ketergantungan di dunia umumnya dan Nusantara pada khususnya adalah Raja Alam Gaib /Dunia yakni Naga sakti /Nabi Khaidir As (Penitisannya Aji saka/Si Pahit Lidah , S.H.R.S/Pangeran Surya Negara) yg di Nusantara di kenal dgn kepercayaan /ilmu kebathin Sang Hiang Sakti(Sang Hiang Rakian Sakti). Di Cina terkenal dgn Naga Sakti dan Kwan Im sebagai juru selamat dan di Jepang dgn nama Amata Razu Omikami (Dewa Matahari).
Baik Khong Hu Cu maupun Amatarazu Omikami sebenarnya adalah sahabat (utusan)penyebar kebudayaan (kepercayaan) pada Naga Sakti /Matahari -Bulan (cahaya Tuhan /hukum). H.I.K berlambangkan Matahari/bulan (cahaya kehidupan /kegiatan ) ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tanpa cahaya kehidupan /kegiatan ini atau H.I.K utk manusia hidup bermasyarakat, tidak ada kehidupan /kegiatan itu seluruh smesta alam zohir batin. Di pandang dari sudut kejiwaan, maka hukum itu merupakan kepercayaan/ilmu kebathinan antara lain tempat manusia mencari ilmu perdukunan kesaktian-kesaktian dan sebagainya. Falsafah pengobatan penyakit kebathinan (kesejahteraan bathin/ketentraman hidup) dan sebagainya. Pada hakekatnya ilmu kebathinan adalah ketergantungan (pemusatan) pada Naga Sakti (Nabi Khaidir as sebagai Raja Alam gaib/dunia yg oleh org jawa disebut Kepala Keramat/ilmu kebathinan yg senantiasa bersidang di Pemejahan/Istana Bogor, apalagi keadaan nusantara /dunia gawat pada saat ini. Jadi dgn terbongkarnya rahasia kepercayaan /ilmu kebathinan, tepatnya turunya kembali H.I.K itu, maka Naga Sakti /Nabi Khaidir As mengingat-ingat nama-namanya dalam penerapan hukum zaman yg lalu dan dasar hukum yg di turunkan, maka Naga Sakti /Nabi khaidir As dinamai Sang Aji Surya Negara yg mana nama/julukan asli sejak zaman-zaman yg lalu.
Artinya : Sang = Yang Maha(suci), Naga = Raja atau Aji + Raja/Sakti, Surya = Matahari. Jadi Aji Surya = Raja Diraja Matahari (Cahaya / nur), jadi Nabi Khaidir As (nama-namanya tersebut) diartikan Yang Mulia (suci) Raja alam gaib/Dunia Negara, pemberi kehidupan (cahaya/hukum) menuju ketentraman jiwa/kesejahteraan bathin.

Rabu, 17 Agustus 2011

Memperingatkan H.I.K Ciptan Tuhan Yang Maha Esa

Dalam rangka penurunan Hukum (leluhur) H.I.K (Falsafah Jaya Sempurna) Sepanjang zaman bersifat memperingatkan hukum itu pada manusia supaya sadar bahwa dirinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yg keluar pada zaman Nabi Adam as. Peringatan2 itu dilakukan oleh Nabi Khaidir as (Aji Saka/Sang Hiang Rakian Sakti) secara langsung dan tidak langsung melalui berbagai peristiwa nyata, maupun tidak nyata, maupun kiasan (penafsiran). Memperingatkan itu di ujudkan atas dua jenis cara: 1. Pertanda utama, bahwa H.I.K akan langsung di turunkan kembali. 2. Pertanda yg sifatnya menggugah digambarkan secara tidak langsung atau melalui kiasan (penafsiran) terlebih dahulu. Pertanda utama itu memang telah ditentukan Nabi Khaidir as (Aji Saka-Sang Hiang Rakian Sakti) berabad-abad sebelumnya bahwa H.I.K akan turun dimana dan dimasa apa. Pertanda penggugah sebagai peringatan pendahuluan melalui berbagai peristiwa, dilakukan oleh poin (Aulia) dan lain2 yg telah diberikan kundu sungguhpun yg bersangkutan tidak mengetahuinya. Umumnya poin (Aulia) dari Nabi Khaidir as (Aji Saka/ Sang Hiang Rakian Sakti ) baru diketahui oleh masyarakat setelah yg bersangkutan tiada lagi di dunia ini melalui penafsiran perbuatan2 selama hidupnya terutama yg menjurus kesoal Hukum/Falsafah.

Selasa, 02 Agustus 2011

Lambang Keluarga ( Bhaya Abadi)

Lambang Sang Hiang Rakian Sakti Tanpa Tongkatnya 1. Di tengah bumi ada tongkat biasa berkepala Ketu Haji = Pangeran Jamil Martabaya VII warna hijau (ikhlas dan tawakal) ditemui kesucian /Nabi Khaidir As, (Sang Hiang Rakian Sakti) selanjut menjadi lambang pribadi Pangeran tersebut. 2. Lambang dalam lingkaran biasa = perjuangan hidup, (maksudnya apa saja yg ada didunia ini tidak ada yg abadi karena itu harus ikhlas dan tawakal. 3. Warna lambang dengan Sang Hiang Rakian Sakti dan Lingkaran warna abu2 (syukur/ridho). D. Lambang Nabi Khaidir As dalam penjelmaan sebagai Aji Saka (Si Pahit Lidah) 1. Lambang Falsafah Jaya Sempurna. 2. Diatasnya Garuda seakan-akan hinggap (warna hitam keemasan). E. Lambang Pangeran Sang Aji Malihi/Ratu Adil Kerajaan Saka Aji 1. Bulan = Hukum (keimanan) untuk ketenangan (pradapan). 2. Bumi = Mupakat yg adil (telah membudaya dlm masyarakat. 3. Di garis katulistiwa ada garis tegak (di tengahnya) = Keadilan Ratu Adil. 4. Lambang di atas dalam lingkaran tasbih (tawakal ihklas) warna hijau. 5. Warna-warni seperti lambang falsafah Jaya Sempurna dan lambang keadilan warna hijau (ikhlas terhadap pemberian Tuhan dan ihklas berkorban untuk sesama manusia). Lambang2 Pangeran Tambuh Martabaya IV (Kerajaan Haji /Saka Aji) 1. Sama dengan Ratu Adil (1 dan 2) 2. Dalam bumi ada 2 keris bersilang = menuntut Hak/menegakkan Hukum kebenaran (berani karena benar) 3. Di dalam gambar jantung = perjuangan warna abu2 = syukur ridha. 4. Warna - warni seperti lambang falsafah Jaya Sempurna dan lambang keris berwarna merah (dalam perjuangan tidak tamak /rakus (gana'ah) 4. Tangan atau tongkat sifatnya (kiasan) Kerakatan hidup sesamanya dgn kebijakan dalam pergaulan. Maksudnya ialah tujuan hidup manusia untuk membina kerukunan dan damai sebagai jalan pengabdian pada sesama manusia yg berarti mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, jadi dalam pembinaan kerukunan dan damai tidak mendahulukan hawa napsu dunia (duniawi) semata-mata bila kerukunan dan damai terwujud otomatis adil dan makmur adil dan sejahtera terwujud. Perwujudan hal diatas harus senantiasa dgn ikhlas berkorban untuk sesama manusia.

Jumat, 15 Juli 2011

Raja Hukum dan Bahasa

Sang Hiang Rakian Sakti dijuluki Raja Hukum (Raja Penurun Hukum Inti Ketuhanan) yg di junjung/dikiaskan dalam suatu upacara perkawinan adat dan sebagainya sewaktu-waktu rakyak menghimbau (dipantau) beliau karena rakyat menjadi kacau tidak lagi menganut hukum yg benar, himbauan tersebut dilakukan dengan Kelintang (gamelan) dengan suatu irama lagu khusus. Kiasanya setelah mendengar suara kelintang maka Sang Hiang Rakian Sakti yg diharapkan /dijunjung turun dari Haribaan Tuhan Yang Maha Esa seakan akan turun melalui tangga /rantai yakni kaki kanan menginjak di matahari (merah) dan kaki kiri di bulan (putih) turun ke bumi menurunkan hukum untuk manusia hidup bermayarakat yakni dengan musyawarah yg adil(bumi) atau mufakat dalam suasana keadilan. Dipantaunya beliau supaya turun dilambangkan untuk peradaban manusia.

Minggu, 10 Juli 2011

Persumpahan Haji (Aji Sai)

Setelah persumpahan itu pada kemudian harinya orang Abung membelot (inkar) mereka menyerbu pasukan Sang Hiang Rakian Sakti serta terus melarikan diri. Pasukan Sang Hiang Rakian sakti yg di pimpin oleh Panglima Si Kuncet Besi mengejar orang Abung. Malam pun tiba maka Si Kuncet Besi serta pasukan bermalam di suatu tempat. Pada pagi harinya pengejaran diteruskan dan sampailah dipinggir sungai yg mana disana ditemui SELA (sejenis obor) orang abung yg juga bermalam disana. Sejak itulah sungai tersebut di namai SELABUNG. Pengejaran diteruskan pula dan akhirnya orang abung takluk di daerah Haji Pemanggilan /Padang Ratu. Panglima Si Kuncet Besi berduduk disana dan bekeluarga dengan orang Abung, hanya sebagian saja pasukannya pergi dari sana dan berdiam di Haji Seragi (Palas). Menurut sebagian pendapat rakyat tongkat tersebut agak miring letaknya karna dianggap tidak dapat menunjukan tempatnya Ka'bah. Bukan Ka'bah pada waktu itu telah ada ?. Sebenarnya tongkat persumpahan tersebut merupakan lambang (kiasan) menunjukan dimana Sang Hiang Rakian Sakti dahulu sebagai Aji Saka (falsafah Jaya Sempurna) yakni di sekitar Sekalom sekarang, sekaligus sebagai peringatan Pada Suku Abung yg mana Suku Abung, suku Kisam dan suku Krui adalah penduduk asli di Pusat kerajaan Saka dahulu yg kemudian hari suku itu kembali menjadi primitif. Hakekatnya sumpah Sang Hiang Rakian Sakti terhadag suku Abung itu ialah beliau menunjukan, zaman yg lalu ia pernah menurunkan hukum, sekarang (waktu itu) menurunkan dan akan datang (ketiga) pun kembali akan menurunkan hukum /memperingatkan manusia.

Jumat, 01 Juli 2011

Petala Gantung

Pada waktu Sulah/Naga Berisang (Patih Anom) akan pergi ke aji sai beliau berpesan pada adik angkatnya putri Sidarah Putih bahwa bila sepeninggalnya di Haji Seragi ada sesuatu huru hara dan sebagainya panggilah ia dengan memukul Gamelan (gong). Pada suatu kita timbul huru-hara di Haji Seragi, mak Putri Si Darah Putih pergi menuju Aji Sai menyelusuri sungai Saka (komering sekarang). Sesampainyd di Muara Selabung , sungai itu bercabang dua maka ragu2 lah beliau jalan mana yang harus di tempuh. Dengan suatu kemujizatannya menimbang sedikit kedua air tersebut, bahwa mana yg berat disitulah jalan menuju tempat Sulah atau daerah Aji Sai, akhirnya masuk beliau melalui way selabung sekarang. Menurut setengah riwayat Putri si Darah Putih diantar ke Aji sai oleh Panglima Si Kuncet Besi. Putri si darah putih adalah adik angkat Sang Hiang Rakian Sakti, kemungkinan besar adalah saudara Rakian Sakti. Sesampainya di Petala Gantung gamelan itu di tabuh maka terdengarlah oleh Sulah yg pada waktu itu berada di Persagi bersama Sang Hiang Rakian Sakti, mendengar bunyi gamelan (panggilan) maka Sulah dan Sang Hiang Rakian Sakti pergi menjemput Putri Si Darah Putih, selanjutnya beliau2 ini tinggal bersama -sama di Pusat Aji Sai yg mana Putri Si Darah Putih menetap di sekitar Sumur Pusaka yg kemudian dinamai Sumur Putri tempat beliau mandi. Kemudian hari setelah Putri Si Darah Putih pergi dari Aji Sai menyusul Sang Hiang Rakian Sakti pergi ke pulau Jawa beliau meninggalkan seorang anak Buay Sedatu namanya. Selama di daerah Aji Sai beliau mempunyai (pengawal) di juluki KUKUK SINANGKA-NANGKA serta tiga orang anak buahnya. Kemudian hari menyusul kepulau jawa Sulah/Naga Berisang (patih anom) dan Separtung yg meninggalkan anak namanya PANGERAN HUJAN TERIMA SAKTI. Berdasarkan penyelidikan maka semua tokoh2 kerajaan Aji Sai yg pergi dari Aji Sai makam mereka terdapat di Cirebon diantaranya dengan nama sedikit berbeda tetapi maknanya sama antara lain: 1. Sulah/Naga berisang (patih anom) dgn nama Naga Berisang di gunung sari . 2. Putri Si Darah Putih dgn nama Jabang Bayi di Girang. 3. Supartung dgn nama Syekh Magelung Sakti di Karang Kendal . 4. Sangkan di Suka Ham (?) -/+ thn 1650, makanya di Masjid Agung Taqwa dgn nama Embah Kuwu Sungkan. Di sepanjang Way Selabung banyak peninggalan kebudayaan Hindu/Budha yakni dimasa Aji Saka dan sebelumnya. Rakyat sekarang ini mengetahui bahwa peninggalan itu adalah dari Maja Pahit (Sang Hiang Rakian Sakti) padahal beliau ini membawa kebudayaan /penyebar agama Islam. Pernah terjadi sewaktu persumpahan antara orang Abung dengan Sang Hiang Rakian Sakti dimana beliau dengan tongkatnya (ada tanah Haji/Mekah) menunjuk kebumi menyumpahi tanah itu. Tempat persumpahan di namai Tanjung Haji dan tongkat tersebut di tancapkan di sana sebagai tugu yg setiap orang lewat disana di tumpukan batu disekitar tongkat. Terjadinya persumpahan tersebut karena Sang Hiang Rakian Sakti menyatakan wilayah kuasa terutama Pusat Kerajaan Aji Sai adalah tanah Haji, yg maksudnya tanah Aji Saka dimana dahulu beliau menjelma. Karena Suku Abung tidak mengenal siapa sebenarnya Sang Hiang Rakian Sakti maka tanah itu di pertahankan yg kemudian menyuruh Sang Hiang Rakian Sakti menyumpahi jika benar2 tanah itu tanah haji. Mengingat Suku Abung sulit diberi pengertian maka dengan kecerdikannya Sang Hiang Rakian Sakti menghilang dan membawa tanah Haji (Mekah) di dalam tongkatnya, kemudian sumpah dilakukan yg maksudnya "bila tanah ini bukan tanah Haji maka matilah beliau". Pada hakekatnya dalam hati (itikad) Sang Hiang Rakian Sakti yg ditunjukannya itu adalah tanah dalam tongkat tersebut.

Jumat, 10 Juni 2011

Raja Aji Sai

Dalam rangka operasi penguasaan wilayah Aji Sai (Haji Batang hari 9) 1425 Sang Hiang Rakian Sakti pribadi bergerak sendiri tanpa pasukan kerajaan dibawah pimpinan Bala 12. Hulubalang menyebar keseluruh wilayah Aji Sai. Beroperasi sendiri tersebut beliau mengandalkan pada kesaktian dan lain2, antaranya berdiplomasi/tipu muslihat dan sebagainya langsung menghadapi berbagai kepala Negeri, diantaranya terhadap suku Semendo (kisam), Ranau, Abung, dan Tulung Aman(daya). Terhadap Suku Kisam dan Ranau karna membandel tidak bisa diberikan pengertian sampai2 kepala negeri yg bersangkutan dipencet kepalanya sehingga gepeng dan yg lainnya ditempeleng dan dilempar ke Danau Ranau akibatnya kepala (papak/dempah) di belakang. Mengingat beliau adalah seorang Aulia (sakti) yakni titisan dari Nabi Khaidir As (Aji Saka), maka perbuatan beliau itu berbekas, sehingga sekarang malahan semua keturunan beliau khususnya dan rakyat buay haji umumnya mempunyai tanda di tangan seperti halnya Nabi Khaidir As, yakni berupa jari telunjuk miring kekanan dan bengkok (menjurus kekanan juga) sebaliknya tangan kiri. Bukankah Nabi Khaidir As dapat di kenal antara lain jari jempol tangan kanannya, bahwa bila bersalaman seakan-akan menekan kapas saja seperti tidak bertulang. Tanda lainnya terlihat oleh orang gaib (dukun/kebathinan) di badan orang bersangkutan. Bukti lainnya terutama keturunan dari Raja Pangeran Jaya Negara bahwa bila yg bersangkutan setidak-tidaknya dapat menggerakan meriam Pangeran Jaya Negara di Pugung Penengahan (Krui) dan bila menduduki kursi singga sana Kerajaan Aji Sai bernama Teras Jelatang di Pagar Uyung tidak terasa apa2, sebaliknya bila org lain yg bukan keturunan yg menduduki kursi tersebut seakan-akan mereka merasa disengat oleh bulu/duri jelatang. Kursi singgasana kerajaan tersebut hingga masa Jepang tempo hari masih ada dirumah Gadang Batu Sangkar Minang Kabau. Sebab apa kursi singgasana itu berada disana, hal ini disebabkan pada masa Bundo Kandung beliau ini mengaku Raja Adat dan akan membentuk adat di Minang Kabau, maka terdengarlah oleh Raja Aji Sai yakni Pangeran Pulun Prabu Muda (1571). Beliau datang ke Pagaruyung menuntut hak sebagai Raja Adat (hukum) malahan menuntut daerahnya. Beliau menuntut itu mengingat bahwa wilayah itu dahulunya adalah daerah Majapahit sedangkan Raja yg berhak atas mahkota Majapahit setelah Prabu Wikrama Wardana adalah Sang Hiang Rakian Sakti. Sesuai dengan watak Raja-raja pada waktu itu tidak mau mengakui hak demikian, begitu juga Bundo Kandung, malahan beliau meminta waktu pada Prabu Muda jika benar2 beliau Raja Haji, supaya membawa kursi singgasana kerajaan. Untuk menaklukan perasaan/sikap Bundo Kandung maka dgn kesaktian Prabu Muda lenyap seketika dan beberapa saat kemudian muncul membawa kursi singgasana tersebut. Sungguh pun Prabu Muda dapat membuktikan hal itu namun Bundo Kandung tidak bersedia takluk pada Prabu Muda. Prabu Muda sebagai Raja yang bijaksana apalagi dalam menghadapi seorang wanita, ketidak ada pengakuan Bundo Kandung itu beliau terima, malahan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Selanjutnya Bundo Kandung antara lain dgn nasehat /petunjuk dari Prabu Muda tersebut terbentuk adat minang kabau yg berlandaskan falsapah Jaya Sempurna (pri kasih sayang) yg mana oleh orang minang adat itu di mottokan "Tak Lekang dipanas tak Lapuk di hujan". Apakah hukum adat orang minang secara keseluruhannya, sesuai atau tidak dengan landasan hukum dimaksud diatas, itu adalah variasi khas minang(penjabaran). Sejak tahun 1484 Haji sakti bertakluk pada ke diri /Demak yg mana Raja Aji Sai duduk sebagai wakil raja (Patih/Sinopati). Sejak itu daerahnya di namai Jaya Abadi diambil dari nama Falsafah Jaya Sempurna (Hukum Leluhur). Wilayah meliputi Haji Batang Hari Sembilan (sumatra bagian selatan) kecuali daerah pesisir Jambi dan Palembang (Musi dan banyu Asin) yg masih dikuasai Malaka/Cina. Setelah terjadi kekacauan di Demak, maka putuslah hubungan Jaya Abadi dengan Demak sehingga kira2 tahun 1535 jaya abadi (Aji Sai) merdeka kembali di bawah Pangeran Pulun (Prabu Tua).

Selasa, 07 Juni 2011

Pendiskriditan dan ekspedisi

Diperintahkannya Sang Hiang Rakian Sakti berekspedisi ke Aceh oleh Prabu Wikrama Wardhana pada hakekatnya untuk mendeskreditkan beliau. Sebelumnya terlebih dahulu Patih Anom (Sulah /naga berisang) dan putri Sidarah Putih diperintahkan oleh Prabu Wikrama wardana menjalankan ekspedisi itu karena Sang Hiang Rakian Sakti waktu itu tidak bersedia. Tujuan mendeskreditkan Sang Hiang Rakian Sakti karna beliau seorang mubaliq Islam dan dilahirkan secara gaib yg diramalkan bahwa beliau bakal merongrong Prabu Wikrama Wardana/agama Hindu. Dgn di berikan tahta pada Suhia, maka terjadilah perang Paregreg yg di lakukan oleh Wira Bumi, bapak dari ibunda Sang Hiang Rakian Sakti, istri dari Hiang Wekas Ing Suha (Hiang Jagad Prabu). Tak heran jika wira bumi menyerang Kraton Majapahit, apabila tahta majapahit diambil alih Wikrama wardana dari istrinya Ratu Kusuma Wardani. Kemudian hari Ratu Suhita sangat menyesalkan peristiwa itu sehingga demi untuk kerakatan kembali keluarga Prabu Majapahit, maka ratu suhita membunuh Patih Raden Gajah dengan alasan telah membunuh Wira Bumi. Kepergian Sang Hiang Rakian Sakti dari Majapahit ke Aji Sai di kenal rakyat singut (ngambek) karena tahta diambil Ratu Suhita. Sebenarnya situasi itu merupakan kesempatan Sang Hiang Rakian Sakti untuk kembali mendirikan kerajaan Saka dgn nama Aji Sai dalam rangka penurunan kembali Hukum Inti Ketuhanan (Falsafah Jaya Sempurna). Ekspedisi Naga Berisang dan putri Si Darah Putih tahun 1422 ditengah lautan dihantam ombak sehingga armadanya terdampar dipantai selatan Lampung sekarang, diantaranya beliau mengusai daerah Haji (seragi) di lampung selatan. Terberitalah di majapahit bahwa ekspedisi Naga Berisang dan putri Si Darah Putih tidak berhasil maka diperintahkan untuk kedua kalinya Sang Hiang Rakian Sakti untuk berekspedisi keaceh tahun 1425 sesampainya disana atas kebijakan beliau tidaklah terjadi suatu pertempuran, malahan Raja Aceh menganugrahkan Sang Hiang Rakian Sakti seorang Hulu Balang yg tangguh bernama Ratu Aceh. Sepanjang perjalanan pergi menuju Sungai Saka (komering sekarang) beliau mendapatkan Hulu Balang dari daerah yg di lalui di pantai Sumatra, beberapa Hulu balang lagi selain hulu balang yg dibawa dari majapahit. Beliau bersama pengikut-pengikutnya masuk kewilayah Sumatra bagian selatan menyebar yg dipimpin oleh Hulu Balang masing2 menelusuri sungai2 dalam rangka menduduki daerah2 yg bersangkutan, sehingga sekarang daerah sumatra bagian selatan di sebut Haji Batang Hari Sembilan antara lain Haji ogan, Haji lematang, Haji musi dan lain-lain. HULUBALANG SANG HIANG RAKIAN SAKTI 1. Iskandar Alamsyah Siguntang 2. Bagus Kuning /Raden Kuning Palembang 3. Sapu Rantau di Saka Tiga 4. Si Tunggang Abang di Mara Bahala Martapura 5. Raden Keling di Putaran Tasik Danau Ranau 6. Komering Raja Ngaruntak di Muara Selabung (muaradua sekarang) 7. Ratu Aceh di Daerah Buay Haji (pusat haji sakti) 8. Macan Begerom di Matahari (Muara sungsang) 9. Macan Putih di Bulan (kenali/persagi) 10. Macan Ulung di Hulu sungai (pugung) 11. Jugul Matari di bumi lengang(pemetung sengang) 12. Raden Selinggang di Jaga Mendung (puncak seminung) Selain Hulubalang2 tersebut di dalam pemerintahan beliau di bantu oleh seorang Patih berjuluk PATIH SEWATANG dan PANGLIMA KERAJAAN AJI SAI RATU ACEH. Pada suatu ketika Naga Berisang di Haji Seragi Lampung mendengar berita bahwa ada seorang Raja Haji (Haji sakti/Prabu surya negara) di sebelah sungai Saka (komering sekarang). Mendengar itu Naga Berisang beserta rombongan pergi menuju Haji Sakti yg mana rombongan beliau menetap untuk sementara di daerah Krui (pugung), sedang beliau sendiri pergi ke Haji Sakti yg kebetulan bertemu dengan Sang Hiang Rakian Sakti di Pugung Penengahan beliau di kenal di Danau Ranau dengan Naga Putih. Kedua beliau berdialog mengaku bahwa dirinya Sulah (naga berisang) dan dialah yg dulu menduduki daerah Haji (seragi) dan menghendaki Sang Hiang Rakian Sakti takluk kepadanya. Sang Hiang Rakian Sakti mengaku bahwa dialah yg dahulu turun di Haji (saka) dari alam gaib, yg hakekatnya mendirikan hukum dan menjadi Raja di Haji Sakti, beliau mengaku seorang Guru (penurun Hukum) dan minta supaya Naga Berisang takluk padanya. Dalam hal ini Sang Hiang Rakian Sakti membuktikan dirinya bahwa dialah yg lebih dahulu turun membawa hukum, dengan mempersilakan menyelami dasar Danau Ranau untuk membuktikannya. Sesampainya Naga Berisang di dasar danau ranau di suatu tempat /pondok beliau dengan heran menemui seseorang yg mirip sekali dengan Sang Hiang Rakian Sakti yg ada di tepi Danau Ranau, dengan demikian mengakulah Naga Berisang bahwa sebenarnya yg dahulu menurunkan hukum adalah Sang Hiang Rakian Sakti pada hakekatnya yg beliau lihat di dasar Danau Ranau adalah Aji Saka dahulu yg menjelma /menitis kembali sebagai Sang Hiang Rakian Sakti. Kemudian harinya di tempat persumpahan (pertanda) Sang Hiang Rakian Sakti akan menjelma/menitis kembali akan menurunkan HUKUM leluhur adalah di saka aji (tanjung jati) dengan kejadian, sewaktu beliau telah merasa akan kembali kealam gaib/Danau Ranau, beliau menghilang hanya berpesan kepada anak-anaknya bila dirinya tidak kembali carilah di dasar Danau Ranau. Sesampainya rombongan yg diantaranya Sulah/Naga berisang mereka melihat didasar Danau Ranau ada cahaya yg menyorot kearah permukaan Danau Ranau laksana Matahari yp sinarnya khusus tertuju pada rombongan. Satu persatu anggota rombongan menyelami dasar danau, tetapi tidak sampai, akhirnya Naga Berisang sendiri yg menyelami dan didapatilah suatu benda yg sengaja diletakan disitu oleh kesaktian Sang Hiang Rakian Sakti. Benda tersebut adalah Kayu Cendana yg kemudian ditanam sebagai ciri/tanda (makam) dari Sang Hiang Rakian Sakti di Saka Aji. Cendana Sakti itu tak obahnya pertanda/persumpahan beliau dahulu sebagai Aji Saka/Si Pahit Lidah, bahwa akan menjelma menitis kembali seperti dari persumpahan di bawah pohon majapahit menjelang sebelum beliau kembali kealam gaib (didasar Danau Ranau) yg ternyata penjelmaan beliau itu tepat di suatu kerajaan Majapahit. Dengan sengaja malahan secara khusus beliau meninggalkan kayu cendana (sakti) itu didasar Danau Ranau mempunyai makna, supaya keturunan beliau senantiasa ingat kepadaNya antara lain bahwa beliau Raja Penurun H.I.K akan turun kembali atau dipusakakan lagi. Jadi tidaklah heran bila keturunan beliau di desa Tanjung Raya/Sukarami (Saka Aji) kena kutuk karena pernah mengobrak abrik makamnya serta mengambil cendana itu untuk di kuasai /dimiliki. Secara langsung masyarakat Sukarami ini diserang wabah kurap dan disponsornya di Desa Tanjung Raya mengalami penyakit yg hampir tidak terobati bertahun. Akhirnya karena kewalahan dalam pengobatan kayu cendana sakti itu di kembalikan pada tempatnya. Makam (bukan ciri) dari Sang Hiang Rakian Sakti/Prabu Pangeran Surya Negara ada di Wanacala Cerebon Jawa Barat. Di cerebon sahabat beliau Rama Buyut di Lema

Minggu, 05 Juni 2011

Naga Sakti Muncul

Setelah penduduk Nusantara hidup dalam keadaan kacau, sampai kepuncaknya maka muncullah secara gaib Naga Sakti di sekitar sumur pusaka melalui saung - saungnya yg kemudian berubah menjadi seorang Aji (Prabu) dari SAKA pada tahun 38 masehi. Saung-saung tersebut menembus ke sumur putri yg ada di Lampung dan di gunung Karang (Jawa tengah). Malahan sumur pusaka tersebut ada tembusnya ke napal-napal, antara lain napal pahat dan ada reliereliea berbentuk Candi Budha, ada pula dikanannya susunan batu seakan - akan bangunan candi belum selesai. Aji Saka (Naga Sakti) muncul dari tempat bersemayamnyadi pusaran laut /putaran Tasik untuk menurunkan hukum kebenaran yg pada hakekatnya himbauan (pemanggilan) masyarakat yg haus akan hukum itu. Tempat tersebut sekarang di sebut Saka Tenggelom (Sekalom). Dgn sifat2 tersebut di atas "Berbudi Bawa dan seterusnya " wajarlah jika Aji Saka dalam pemerintahanya (Kerajaan Saka) menggunakan istilah terhadap rakyat "Nderek Karsa Dalem dan Wisasa Ing Sanagari " atau "Gung Binathara Bau Dendha Nyakrawati" pemelihara hukum dan penguasa dunia, malahan sebenarnya beliau adalah Raja Alam Gaib/Dunia (ilmu kebathinan /kepercayaan). Sebagai raja alam gaib salah satu sebab Nabi Khaidir As (Naga Sakti) turun muncul dalam tahun 38 masehi sebagai Aji Saka (Si Pahit Lidah) untuk memberantas kaum dinamisme (Agama Hindu), apalagi yang mengobrak-abrik masyarakat Saka Tua (penduduk di sekitar bukit barisan) adalah Raja-Raja zalim/Hindu. Keagungan Aji Saka tersebar keluar wilayah Nusantara yg dilambangkan Garuda Sakti pembawa (penurun hukum) Jaya Sempurna yg berinti akan keTuhanan yakni Pri Kasih sayang dan lain2, keagungan Beliau itu di mottokan "memperingatkan, pemeliharaan dan pembangunan". Hukum yg beliau bawa di lambangkan dalam warna Merah (Matahari) dan Putih Bulan di turunkan beruntun sepanjang zaman untuk di tetapkan /senantiasa di ingat sebagai cara hidup manusia bermasyarakat, oleh karena demikian Hukum tersebut pada hakekatnya merupakan rantai tak putus-putusnya berlambangkan Matahari dan Bulan. Hakekat matahari dan bulan ialah cahaya yg berhubungan satu sama lain. Cahaya tersebut pada hakekatnya Nur Ilahi yg mengandung Nur/Hukum Pri Kasih Sayang yg menyorot sepanjang zaman memberi kehidupan Zhohir dan bathin pada alam nyata dan alam gaib. Hukum tersebut turun dari Tuhan Yang Maha Esa kebumi tempat manusia hidup bermasyarakat yg hakekatnya hidup bersepakat /bermusyawarah yg adil di lambangkan sebagai BUMI, berarti setiap manusia itu mempunyai hak yg sama tidak ada yg lemah /kuat dan sebagainya, seperti bumi tidak ada yg atas dan bawah, kiri dan kanan, tepi dan tengah kecuali di kulit bumi dan di dalam bumi (alias mati). Adapun lambang ini adalah lambang yang di kiaskan oleh Naga Sakti /Nabi Khaidir As semasa Beliau turun kembali sebagai Sang Hiang Rakian Sakti /Pangeran Surya Negara. Jiwa dari hukum tersebut adalah segala tindakan harus bersifat adil dan tidak bersifat mengekang, menekan, memeras/intimidasi dan mendiskreditkan langsung maupun tidak langsung. Pada pemerintahan Aji Saka masyarakat Sekalom khususnya di sekitar Bukit Barisan umumnya menganut Falsafah Jaya Sempurna seutuhnya dan kepercayaan mereka adalah Animisme Gaya Baru, dimana falsafah itu telah banyak memasuki sebelumnya. Pada saat beliau akan kembali lagi ke alam gaib (pusaran laut /putaran tasik), secara kebetulan kekuasaan Hindu timbul (pemberontakan)di daerah Minang sekarang tahun 78 masehi. Dgn gigih Beliau memberantasnyahanya saja memberantasnya tidak secara zalim pula, mengingat beliau adalah mengemban tugas Tuhan Yang Maha Esa. Raja pemberontak/pengacau adalah Prabu Niska (Si Mata Empat) yg sangad menonjolkan kesombongannya/kesaktiannya sehingga yg bersangkutan di juluki masyarakat Si Mata Empat seakan-akan dapat melihat ke empat penjuru dunia yg ingin di sapunya. Menghadapi siasat yg bijaksana dari Nabi Khaidir As (Aji Saka/Si Pahit Lidah) maka atas ulah sendiri Prabu Niska dgn suku Hindunya berangsur-angsur lari (melayu) ke Nusa Kendeng. Kemudian pada suatu ketika di pancing oleh Aji Saka (Si Pahit Lidah) supaya kembali ke pusat Kerajaan Saka untuk mati bersama secara sportif dgn menggunakan sifat sombong /kebodohan Prabu Niska (Si Mata Empat) sendiri. Aji Saka (Si Pahit Lidah) pura2 mencari Prabu Niska (Si Mata Empat) di Nusa Kendeng. Disana beliau melakukan sumpah di suatu pohon Maja yg juga sebagai penetapan pertanda bahwa Aji Saka (Si Pahit Lidah) akan kembali turun, menurunkan hukum di sekitar pohon itu pada zaman datangnya beliau. Setelah Prabu Niska mendengar dari rakyat bahwa buah pohon maja telah menjadi pahit oleh Aji Saka maka yg bersangkutan nyusul (kembali) ke pusat Kerajaan Saka untuk menantang dan mengetahui bagaimana pahitnya lidah Aji Saka. Sejak Persumpahan/pertanda itu beliau di juluki masyarakat Kendeng sebagai Si Pahit Lidah. Aji saka (Si Pahit Lidah) ditemui Prabu Niska (Si Mata Empat) di tepi danau Ranau, si mata empat menantang si pahit lidah sehingga terjadilah pertarungan, tak mengalahkan satu sama lainnya. Si Mata Empat mengajak adu kesaktian di bawah pohon enau(aren). Tantangan itu di terima Si Pahit Lidah, di mana Si Mata Empat menelungkup terlebih dahulu di bawah pohon enau, setiap tandan (buah) pohon enau yang di potong oleh Sipahit Lidah selalu dapat di elakan oleh Si Mata Empat. Sampai pada giliran Si Pahit Lidah menelungkup, maka sekali potong tandan buah enau langsung menimpa tubuhnya, sengaja tidak di elakan oleh Beliau. Dalam penglihatan Si Mata Empat beliau telah mati, maka turunlah Si Mata Empat dan karena Ketakaburannya/kebodohan ia ingin mencoba Lidah Si Pahit Lidah apakah benar rasanya pahit sebagaimana didengarnya dari rakyat, dgn seketika setelah di colet dan dicobanya mendadak Si Mata Empat mati juga di tempat tersebut. Jadi kematian Prabu Niska (Si Mata Empat) adalah melalu peristiwa pertarungan dgn Aji Saka di pohon enau itu atas kebodohannya sendiri, sebelumnya jika Aji Saka mau dgn sekali sumpah saja Prabu Niska mati karenanya. Dgn jalan ini sempurnalah siasat Aji Saka (Si Pahit Lidah) kembali kealam gaib (Pusaran Laut/Putaran Tasik Danau Ranau). Kemudian hari sesuai dgn pengaruh kebudayaan Hindu kedua beliau tersebut diabadikan rakyat merupakan patung demikian pula seakan-akan perbuatan Si Pahit Lidah (Sumpah) di abadikan juga sebagai patung antara lain: Raja menjadi batu, lesung menjadi batu, puteri menjadi batu, ayam menjadi batu, tapak petani dan kerbau menjadi batu dan menurut riwayat adiknya sendiri menjadi batu selagi menjemur padi dan kebayan (Penganten Baru) menjadi batu. Setelah Aji Saka (Si Pahit Lidah) kembali kealam gaib kebudayaan kerajaan saka /falsafah jaya sempurna telah membaur pada kebudayaan-kebudayaan. Zaman datangnya beliau yg telah merupakan kepribadian Nusantara/Indonesia yakni:"sesuatu yg baik" jika digali seutuhnya (kristalisasi) akan menjurus ke aslinya H.I.K (Falsafah Jaya Sempurna) yg garis besar (penanggulangannya masih di kenal sampe sekarang yakni "Ramah Tamah", yang jelas ini adalah hukum /rasa yg tidak berjiwa iblis ria, egois, munafik, intimidasi dan mendiskreditkan) Suku melayu di bagian sumatra Semenanjung dan di Semanjung mendapat kemajuan - kemajuan terutama dalam bidang pelayaran sehingga daerah inilah yg dikenal orang luar sebagai Suku Melayu atas pemberian nama oleh orang2 Jawa dahulu (berdirinya kerajaan melayu 1). Sebenarnya baik suku melayu kuno dan dan semenanjung mendapat kemajuan Saka bukan di namai Suku Melayu, kemungkinan besar di sebut suku perantau (sering mengembara) tetapi disebut suku saka mengingat wilayah itulah tempat turunnya Aji Saka dalam rangka penurunan hukum. Jadi dalam hal ini sebenarnya yg pantas dan layak di sebut suku melayu adalah Suku Hindi (Jawa) yg lari (melayu) ke pulau Nusa Kendeng tahun 78 masehi karena tidak suka menerima penerapan Hukum Inti Ketuhanan (falsapah Jaya Sempurna) dan mereka masih menganut agama Hindu(Kastaisme). Hukum inilah yg dimaksud Jaya turun tertua di pulau nusa kendeng, malahan suku jawa sekarang dan dipaku oleh Dewa mereka dgn Paku Alam. Suku Hindi yg tak seberapa banyak lagi masih tinggal dan membaur dgn rakyat minang dan mengaku nenek moyang mereka datang berlayar dari puncak gunung Himalaya ke daerah merapi (minang) terus menyebar. Kemudian hari setelah Aji Saka (Si Pahit Lidah ) kembali ke alam gaib, maka untuk beberapa puluh tahun lamanya masyarakat di daerah Saka (sekalom) khususnya, daerah Saka Tua (sekitar bukit barisan) tidak di perintah oleh Raja kuat(besar). Pada tahun 80 masehi timbulah peristiwa Saka tenggelam. Dalam pemerintahan Aji Saka kemajuan dalam pertanian sangat pesat sekali sehingga rakyat menjuluki beliau dgn nama Sang Hiang Rangkiang Sakti, maksudnya Rangkiang itu adalah lumbung padi sebagai lambang kesejahteraan /kemakmuran rakyat waktu itu. Sang Hiang Rangkiang Sakti dalam menjalankan misinya menurunkan hukum dari Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mengetes (menguji) pernah menyamar sebagai seorang tua yg masuk ke suatu desa di semendo yang berpenyakitan , di kerubuti oleh lalat. Orang desa tersebut menjauhkan diri sambil mencaci maki, dengan tenang beliau meminta tiga buah lidi dan setelah diberikan di tancapkan lidi tersebut ke tanah kemudian orang desa di persilakan untuk mencabutnya, satu persatu orang desa mencoba bahkan berpuluh-puluh orang mencabutnya tetapi tak bisa tercabut. Dengan tenang Beliau mencabut lidi tersebut dengan mudahnya. Tiba-tiba keluarlah air dari lobang sehingga desa beserta orangnya tenggelam. Sejak itu tempat tersebut di namai orang Danau Rakian Sakti, inilah akibat dari tidak adanya Rasa Kasih Sayang kepada orang-orang yg mereka anggap hina/lemah.

Diberdayakan oleh Blogger.
Template by : kendhin x-template.blogspot.com