Jumat, 16 September 2011

Sumpah Supartung

Supartung kira-kira tahun 1465 Masehi datang dari Pulau Jawa menemui Prabu Surya Negara (Sang Hiang Rakian Sakti ) di Haji Sakti yang mana ia mengaku anak yang ditinggalkan pergi oleh Prabu Surya Negara semasa kecil. Prabu menanyakan pada Supartung hal ihwal ibunya, keadaan mahligai ruang tidur, dapur, kucing dan sebagainya untuk membuktikan apakah benar ia anak yang ditinggalkan itu. Semua Pertanyaan Prabu di jawab Supartung dengan tepat, malahan ia dapat menunjukan Patung Kodok terbuat dari emas sebagai permainan semasa ditinggalkan itu. Selaku orang yang sakti mandraguna lagi bijaksana, benar atau tidaknya anak yang ditinggalkan itu, maka diakuilah oleh Prabu ia anak tersebut, hakekatnya adalah anak angkat. Untuk itu supartung harus mengangkat sumpah bahwa ia dan keturunannya tidak diperkenankan untuk menjadi raja di wilayah kuara raja-raja Haji Sakti, bila masih dilakukan ia dan keturunanya akan kena kutuk dan sebagainya. Putra-putra Prabu Surya negara di haji sakti tidak tahu bahwa beliau ada anak di Jawa, sebenarnya beliau tidak ada anak di Jawa, itu hanya pengakuan supartung dan yang di tinggalkan beliau adalah Raden Patah Putra adek angkatnya Putri Si Darah Putih permaisuri dari raja/ratu pemanggilan (pesagi) yang bersuaka ke keraton Maja Pahit. Setelah terjadi persumpahan Supartung, pangeran Jaya Negara putra sulung dari Prabu Surya Negara di Aji Sai merasa berkecil hati, maka beliau akan pergi jauh . Melihat keadaan itu adik-adiknya menangkap pangeran Jaya Negara (menahan) dan terpeganglah pangkal pedang, sedangkan sarungnya terpegang oleh Pangeran Jaya Negara. Mereka tarik menarik dan setelah pedang itu tercabut Pangeran Jaya Negara tetap membawa sarung pedang saja, mereka pergi kedaerah pasamahan (Tanjung Raya Pagar Alam) tahun 1465. Beliau disana cukup lama karena daerah itu masih kuasa dari Aji Sai.
Beberapa tahun kemudian terjadilah pemberontakan yang dipimpin oleh seorang sakti ditempat tersebut pertempuran terjadilah antara kedua belah pihak sehingga bergelimpanganlah pengikut-pengikut mereka. Akhirnya kepala sipemberontak dan pangeran jaya negara bertarung satu lawan satu. Mereka bertarung sangat lama sekali namun belum ada yang terkalahkan. Pada suatu saat Pangeran Jaya Negara tiba-tiba dengan tepat menancapkan keris saktinya, tetapi sebelum kepala pemberontak roboh tiba-tiba kerisnya menikam pangeran jaya negara akhirnya beliau mati pula menimpa lawannya. Setelah pangeran jaya negara dimakamkan pengikut beliau membawa keris sakti itu ke Bindu (ogan ulu). Kemudian diketahuilah kematian pageran jaya negara oleh salah satu adiknya dan pergi kemakam Pangeran Jaya Negara di Tanjung Raya Pagar Alam. Sesampainya disana, melalui suatu benda berupa guci kecil diletakan diatas makam dapatlah adiknya berbicara dengan roh Pangeran Jaya Negara.Dari sana adiknya mengetahui bahwa keris sakti itu ada di Bindu Ogan Ulu. Dalam pergi ke Bindu adiknya bermalam disuatu pondok penganten baru, beliau dipersilakan tidur diatas pondok sedangkan kedua penganten itu tidur dibawah pondok. Ditengah malam kedua penganten itu mendengar adik pangeran jaya negara itu berbicara sendirian, tetapi sebenarnya beliau berbicara melalui guci tersebut. Mendengar itu kedua penganten ketakutan dan malam itu juga lari kedesanya lalu menceritakan pada penduduk kejadian tersebut. Setelah pagi harinya orang desa datang kesana tetapi adik pangeran Jaya Negara telah tidak ada lagi. Didesa Bindu bertemulah beliau dengan pemegang keris, diceritakan hal ihwal Pangeran Jaya Negara, adiknya meminta izin melihat keris dan kebetulan sekali gagang keris ditunjukan padanya dengan cepat sekali keris dicabut dan beliau terus lari hingga sekarang tidaklah diketahui siapa adiknya itu dan dimana keris tersebut berada, sedangkan sarung keris masih ada sampai sekarang di Bindu Ogan Ulu.

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
Template by : kendhin x-template.blogspot.com